Keindahan Danau Toba memang tak diragukan lagi.
Danau kebanggaan masyarakat Sumatera Utara (Utara) ini memang dikenal menyimpan kekayaan alam yang berlimbah.
Ternyata ada beberap desa wisata yang wajib Anda kuniungi ketika sedang berlibur ke Danau Toba.
Berikut rekomendasi desa wisata yang ada di kawasan Danau Toba :
1. Desa Tigarihit
Desa Tigarihit terletak di Kecamatan Girsang Sipanganbolon, Simalungun, Sumatera Utara (Sumut).
Desa yang juga sering disebut kampung warna-warni ini tersebut terkenal dengan Puncak Tigarihit yang berada di bibir Danau Toba.
Desa Tigarihit masuk dalam 50 besar desa wisata terbaik yang akan diberikan pendampingan dan pembinaan oleh mitra strategis Kemenparekraf/Baparekraf.
Desa Wisata Tigarihit adalah kampung yang berada di bibir Danau Toba dan berada di bawah lereng.
Keunikan kampung ini terletak pada rumah warga yang tersusun vertikal dan dicat warna-warni, mengadopsi ide Kampung Warna Warni Semarang dan pemukiman bersusun ala Brasil.
Untuk menuju Tigarihit pelancong harus menempuh jarak 78 km atau sekitar 1 jam 57 menit dari Bandara Silangit, Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
Bicara potensi alam, destinasi ini tak perlu diragukan. Bahkan keindahannya telah terkenal dunia.
Misalnya Danau Toba adalah salah satu keajaiban alam, karena diperkirakan terbentuk oleh letusan dahsyat gunung api, Gunung Toba yang terjadi puluhan ribu tahun silam.
Dengan luas sekitar 1.145 kilometer persegi dan kedalaman 450 meter, danau vulkanik ini menjadi danau terluas di dunia.
Sementara wisata buatannya ada Puncak Tigarihit yang berada di ketinggian hingga 1.200 mdpl, dan berada di bibir Danau toba, membuat Kampung ini memiliki banyak spot menarik untuk menikmati panorama Danau Toba yang indah, serta menikmati matahari tenggelam dan rembulan.
2. Huta Siallagan
Huta Siallagan adalah sebuah kawasan wisata di tepian Danau Toba, peninggalan budaya Batak Toba dengan ciri khas latar belakang Rumah Bolon.
Huta Siallagan terletak di Desa Siallagan Pinda Raya, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara (Sumut).
Pengelola Geosite Ambarita, Tuktuk, Tomok (Amtuto), yang juga Juru Bicara Huta Siallagan, Melani Butarbutar mengatakan, Huta Siallagan adalah sebuah kampung yang dibentuk oleh para orang tua terdahulu.
�Huta Siallagan ini dibentuk oleh kelompok Marga Siallagan, yang dulu rajanya ada. Itulah yang mengayomi semuanya,� kata Melani.
Disebutkannya, Huta Siallagan dibentuk sekitar 400 tahun yang lalu. Membentuk huta ini dimulai dengan kayu, yang kemudian tumbuh di lokasi yang saat ini disebut Huta Siallagan. Sebab jika kayu tumbuh menjadi pohon, maka dipastikan ada air. Karena air sumber penghidupan.
Saat ini masih banyak peninggalan sejarah di Huta Siallagan. Peninggalan sejarah tersebut tersimpan di museum, salah satu Rumah Bolon, yang berada di areal Huta Siallagan. Kemudian ada juga kursi dan meja batu yang dahulunya digunakan oleh para raja untuk bersidang.
�Dahulu, kalau ada persoalan-persoalan di wilayah ini, disidang di batu itu. Setelah diputuskan, makan dilakukan ekskusi. Tempat eksekusi juga saat ini masih ada,� sebutnya.
Huta Siallagan sendiri memiliki luas sekitar 1,5 hingga 2 hektare, dan masih berdiri tegak sejumlah Rumah Bolon, bahkan salah satu bangunannya ada yang sudah berusia ratusan tahun, dan ditempati oleh para keluarga dan keturunan-keturunan raja.
Soal kunjungan delegasi W20 Summit ke Huta Siallagan, Melani mengaku sangat bangga. Diharapkannya, para delegasi bisa mengenalkan Huta Siallagan ke dunia.
�Untuk di Huta Siallagan ini, peran perempuan juga sangat bagus, mereka juga banyak terlibat dalam pengembangan wisata di sini,� pungkasnya.
Huta Siallagan juga dikenal sebagai julukan desa kanibal.
Hal tersebut berdasarkan cerita jaman dahulu, bagaimana eksekusi tragis yang dilakukan kepada pelaku kejahatan.
Menurut cerita, pada jaman dahulu, orang yang melakukan kejahatan seperti mencuri, merampok, memperkosa dan lainnya akan dieksekusi di batu persidangan.
Batu persidangan dikelilingi kursi yang terbuat dari batu dan menjadi tempat duduk raja saat mengeksekusi.
Setelah dieksekusi, pelaku kejahatan tersebut akn diambil organ tubuhnya. Bagian hati dan jantungnya akan dikonsumsi oleh raja yang dipercaya menambah kekuatan sang raja.
Sementara bagian tubuhnya akan dibuang ke Danau Toba selama 7 hari 7 malam. Dan dalam waktu tersebut, warga dilarang beraktivitas di kawasan Danau Toba.
Kemudian, bagian kepalanya akan digantung, diletakkan di depan gerbang masuk Desa Huta Siallagan sebagai peringatan kepada warga agar tak berbuat hal yang sama.
Namun kisah tersebut sudah lama berakhir, tepatnya di abad ke 19, ketika agama Kristen mulai masuk ke kawasan Danau Toba termasuk ke Huta Siallagan oleh misionaris asal Jerman yang bernama Ludwig Ingwer Nonmensen.
3. Desa Wisata Tipang
Desa Wisata Tipang terletak di kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatra Utara dan
menawarkan keindahan alam yang luar biasa indah.
Terdapat lansekap persawahan dan perbukitan yang hijau.
Dibaluti cuaca cerah diiringi dengan semilir angin yang sejuk, serta langit yang memancarkan warna birunya.
Secara topografi, Desa Wisata Tipang berada di ketinggian 900 – 1.200 mdpl.
Desa yang termasuk desa wisata rintisan ini memiliki daya tarik wisata alam yang sangat beragam.
Diantaranya Danau Toba, Air Terjun Sigota-gota, Puncak Gonting Tipang Pulau Simamora, Terasering Sawah Sibara-bara, juga Pulau Sirungkungon.
Yang unik dari salah satu daya tarik tersebut adalah Pulau Simamora.
Pulau kecil yang berada di tengah Danau Toba ini tidak berpenghuni dan berbentuk seperti kura-kura yang berenang.
Ciri khas utama dari Pulau Simamora, kita bisa melihat gundukan hijau yang menawan.
Seakan kehadiran pulau ini menambah kecantikan alam Desa Wisata Tipang.
Selain daya tarik wisata alam, Desa Wisata Tipang tentunya memiliki daya tarik budaya dan sejarah peninggalan suku Batak, seperti Batu Marbonggar, Rumah adat Batak di perkampungan tua dan Sarkofagus yang kerap dianggap masyarakat setempat sebagai perahu roh yang akan membawa roh berlayar ke dunia roh.
Sarkofagus ini untuk melindungi jasad orang yang sudah mati dari gangguan gaib. Pada Sarkofagus kerap dipahatkan motif topeng dengan berbagai macam ekspresi.
Berbagai potensi tersebut juga dilengkapi dengan kuliner khas Batak.
Diantaranya ada Naniura, kuliner seperti sashimi.
Daging ikan segar dilumuri dengan bumbu rempah-rempah dan utte jungga (asam Batak).
Awalnya, bahan dasar Naniura adalah ikan endemik Danau Toba yang dinamakan Ihan.
Namun, karena Ihan Batak semakin sulit ditemukan, sehingga masyarakat menggantikannya dengan ikan jenis lain, seperti ikan mas, mujair atau gabus.
Produk ekonomi kreatif Desa Wisata Tipang juga memiliki keunggulan. Semisal, produk UMKM kopi, keripik diva, serta beras merah yang merupakan beras merah kualitas terbaik di Sumatra Utara.
Sementara terdapat juga produk kriya, anyaman dari daun pandan yang dibuat menjadi tikar, keranjang, dan lain-lain.
Kearifan lokal Desa Tipang sangat kuat, dari yang tulen Batak sampai yang sudah modern ada semua.
Dan Desa Wisata Tipang ini sebetulnya seperti miniatur Ubud, Bali, sangat indah dengan teraseringnya.
(Tribun-Medan.com)
Tinggalkan Balasan