Toge Panyabungan Kuliner Manis dari Mandailing Natal

22 Oct 2025 1 min read No comments Kuliner
Featured image
Spread the love

Toge Panyabungan adalah hidangan penutup khas Mandailing Natal, Sumatera Utara, yang namanya sering kali menimbulkan salah kaprah. Meskipun bernama “toge”, hidangan ini sama sekali tidak mengandung tauge sayuran. Nama tersebut berasal dari salah satu isiannya, yaitu butiran hijau dari tepung beras ketan yang bentuknya menyerupai tauge pendek.   

Hidangan ini merupakan perpaduan kompleks dari berbagai kudapan dalam satu mangkuk, menciptakan simfoni rasa dan tekstur. Komponen utamanya meliputi lupis (kue beras ketan) yang kenyal, candil (bola ubi) yang lembut, bubur pulut hitamtape ketan yang manis-asam, dan cendol. Semua elemen ini disatukan oleh kuah santan gurih dan sirup gula aren yang legit, yang kualitasnya menjadi kunci kelezatan hidangan. Para penjual otentik sering kali menggunakan gula aren yang didatangkan langsung dari Mandailing dan memasak dengan metode tradisional, seperti menggunakan tungku kayu bakar, untuk menjaga cita rasa asli.   

Sejarah dan Status Budaya

Diperkirakan telah populer sejak tahun 1940-an atau 1950-an, Toge Panyabungan memiliki ikatan yang sangat kuat dengan bulan suci Ramadan. Hidangan ini menjadi takjil (menu berbuka puasa) primadona yang paling dicari. Awalnya, Toge Panyabungan hanya muncul setahun sekali selama bulan puasa, yang membuatnya sangat dinanti. Popularitas musiman ini secara unik membantu melestarikan keasliannya, karena para penjual termotivasi untuk menjaga kualitas tertinggi demi reputasi mereka.   

Puncak pengakuan atas nilai budayanya terjadi pada tahun 2017, ketika Toge Panyabungan secara resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dari Sumatera Utara oleh Kemendikbud.   

Variasi Penyajian dan Penjual Legendaris

Terdapat dua cara penyajian utama yang mencerminkan adaptasi kuliner. Di daerah asalnya, Mandailing Natal, hidangan ini disajikan dingin dengan es batu, menjadikannya pelepas dahaga yang menyegarkan. Namun, di pusat kota seperti Medan, Toge Panyabungan lebih sering disajikan dalam keadaan hangat, mengubahnya menjadi hidangan yang menenangkan.   

Keberlangsungan hidangan ini dijaga oleh para penjual legendaris yang mewarisi resep secara turun-temurun. Di Medan, beberapa nama yang menjadi ikon antara lain Toge Panyabungan Mariam Lubis (berjualan sejak 1970-an), Toge Panyabungan Boru Nasution (sejak 1986), dan Toge Panyabungan Elvi Suryani Nasution (sejak 1990). Mereka dikenal karena komitmennya dalam menggunakan bahan baku berkualitas, terutama gula aren asli Mandailing. Seiring migrasi masyarakat Mandailing, hidangan ini juga dapat ditemukan di kota-kota lain seperti Jakarta, salah satunya di RM. Mandailing Panyabungan, Joe Kelapa Tiga.   

 

Toge Panyabungan lebih dari sekadar hidangan penutup; ia adalah narasi budaya dalam semangkuk sajian. Dari namanya yang unik, komposisinya yang kaya, perannya sebagai ikon Ramadan, hingga pengakuannya sebagai warisan nasional, Toge Panyabungan merupakan bukti kekayaan kuliner Indonesia yang dilestarikan oleh dedikasi para penjaganya.

Author: Gracia Adelia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *