Kamu baru saja pulang dari satu sesi liburan yang menyenangkan. Entah tempat yang begitu berkesan, atau pengalaman liburanmu memang begitu sulit dilupakan.
Sesampainya di rumah, kamu mungkin tidak merasa lega, melainkan malah merasakan kesedihan. Kamu akan terus menerus memikirkan saat-saat liburanmu yang menyenangkan itu.
Sedikit mengenang memang tak ada salahnya. Namun jika terus menerus memikirkannya sampai mengganggu produktivitasmu sehari-hari, bisa jadi kamu tengah mengalami kondisi post-vacation blues (PVB) atau post-holiday syndrome (PHS).
Apa itu post-holiday syndrome?
Seperti tertera dalam berita Kompas.com, post-holiday syndrome menurut psikolog Ratih Ibrahim adalah suatu kondisi yang membuat kualitas dan produktivitas hidup seseorang menjadi terganggu.
“Ini (PHS) terjadi pada seseorang setelah liburan. Biasanya karena liburannya terlalu lama. Mood dia masih liburan, padahal dia sudah harus kembali dan berfungsi dalam ritme hidup yang normal seperti kerja atau belajar,” kata Ratih.
Gejala umum PHS di antaranya adalah rasa malas, tidak bersemangat, tidak antusias, dan tidak ceria dalam melakukan rutinitas sehari-hari. Kamu akan merasa uring-uringan.
Baca juga:
- Gaya Umi Pipik Naik Jetski di Danau Toba Berbusana Syar’i-Pakai Cadar
- Mampu Pangkas Perjalanan Jadi 1,5 Jam, dari Medan ke Danau Toba Lewat Jalan Tol Baru Ini, Miliki Panjang 143,25 Km
- 5 Kali Isi Danau Toba Lenyap, Ilmuwan Teriak Tanda Kiamat
- Bali Disebut Tak Layak Dikunjungi Turis, Anggota DPR: Jadi Bahan Evaluasi
- Soroti Keindahan Alam Danau Toba di Aquabike Jetski World Championship 2024
Untuk anak-anak, biasanya mereka akan selalu ingin bermain, sehingga mengganggu waktu belajar. Sementara untuk orang dewasa, PHS akan membuat mereka sering mengeluh.
Menurut Psikolog Mira Amir, PHS juga dapat terjadi jika seseorang merasa tidak bahagia di tempat asalnya. Namun, ia akan merasa bahagia di tempat yang dijadikan tujuan untuk berlibur.
“Orang akan menyenangi tempat yang membuat mereka senang dan nyaman. Kalau sampai seseorang lebih menyenangi tempat liburan dan tidak ingin pulang, terlebih lagi anak-anak, maka orang tua pasti akan berpikir ada yang salah dengan rumah mereka,” tutur Mira.
Kenapa kita bisa mengalami post-holiday syndrome?
Liburan sebenarnya sangat baik untuk kesehatan mental seseorang. Namun, kenapa sehabis liburan seseorang bisa mengalami PHS?
Dilansir Healthline, salah satu sebab orang mengalami PHS adalah kebahagiaan yang dirasakan saat liburan biasanya tidak bertahan lama. Ketika liburan selesai, orang-orang akan kembali ke tingkat kebahagiaan mereka yang biasanya dalam beberapa hari.
Menurut Mira, hal tersebut bisa disebabkan beberapa hal. Misalnya, keadaan rumah yang tidak sebersih atau sebagus tempat mereka menginap ketika berlibur.© Disediakan oleh Kompas.com Ilustrasi
Keadaan rumah yang jauh berbeda dengan lokasi liburan tentu saja bisa membuat seseorang sedih. Sementara untuk anak-anak, mereka bisa saja merasakan perbedaan antara lingkungan keluarga saat liburan dengan lingkungan keluarga di luar liburan.
Misalnya, keluarga saat sedang liburan bisa bersenang-senang. Namun saat kembali ke rumah, keluarga kembali sering bertengkar. Apalagi jika anak-anak harus kembali masuk sekolah setelah berlibur.
Mira melanjutkan, PHS bisa terjadi karena adanya sesuatu yang tidak bisa dipenuhi di tempat tinggal mereka dan bisa terpenuhi di tempat liburan atau saat liburan.
Seperti tuntutan pencapaian, keharmonisan, kondisi tempat tinggal, dan kebebasan yang dirasakan saat liburan.
Cara mencegah PHS
Risiko mengalami PHS tak harus jadi alasan kamu urung liburan. Sebelum berangkat liburan, ada beberapa langkah pencegahan yang sebenarnya bisa kamu lakukan agar tak mengalami PHS saat pulang nanti. Berikut langkahnya seperti dilansir Healthline.
1. Membereskan rumah
Mungkin banyak dari kamu yang menunda membereskan rumah yang berantakan hingga sehabis pulang liburan. Namun sebenarnya, datang ke rumah yang berantakan akan bisa mengurangi rasa bahagiamu sehabis liburan.© Disediakan oleh Kompas.com Alat tulis yang letaknya berantakan di meja.
Maka dari itu, membereskan rumah sebelum pergi mungkin akan memberi kesan “Selamat datang kembali di rumah” saat pulang liburan.
Dengan keadaan kasur yang rapi, rak buku yang tertata, dan kamar mandi yang bersih, kamu tak akan merasa frustrasi karena harus membereskan rumah setelah capek liburan.
2. Rencanakan hari transisi
Jika kamu bisa mengatur bujet dan jadwalmu, ada baiknya kamu mengambil satu atau dua hari untuk masa transisi sebelum kembali bekerja setelah pulang liburan.
Di waktu tersebut, kamu bisa belanja bulanan, membereskan barang bawaan, mencuci baju, dan menyelesaikan segala urusan mendadak yang mungkin muncul saat kamu pergi liburan.
Jangan kembali dari liburan terlalu mepet dengan hari pertama kembali bekerja atau hari pertama sekolah untuk anak-anak. Menurut psikolog Ratih, waktu tersebut harus digunakan sebagai periode adaptasi kembali ke rutinitas.
3. Rencanakan sesuatu saat kembali
Sebelum pergi liburan, kamu bisa coba merencakanan suatu acara yang akan kamu lakukan ketika sudah kembali pulang. Tak perlu yang mahal-mahal, misalnya nonton film di bioskop, atau makan siang bersama sahabat.
Acara tersebut bisa jadi sesuatu yang kamu tunggu-tunggu untuk lakukan ketika kembali. Rencananya tak harus langsung dilakukan. Mungkin sekitar satu minggu setelah pulang, atau satu bulan.
Rencana tersebut bisa jadi sesi penyegaran kembali setelah bekerja dan mengurus rumah setelah liburan. Itu juga bisa jadi pengingat bahwa kesenangan yang kamu rasakan tidak harus berakhir hanya karena liburan telah berakhir.
4. Bawa jurnal perjalanan
Kenangan akan perlahan hilang. Jika kamu menulis petualanganmu selama liburan dalam jurnal perjalanan, maka kamu akan memiliki catatan kenangan yang bisa kamu kunjungi kembali di tahun-tahun berikutnya.
Tambahkan catatan soal apa yang kamu pikirkan dan apa yang mendorong kamu dalam kehidupan, momen-momen berharga yang kamu alami saat liburan.
5. Rencanakan aktivitas yang santai
Dalam penelitian tahun 2010, peneliti membandingkan kebahagiaan sebelum dan setelah liburan di antara turis Belanda.
Mereka menemukan, bahwa kelompok yang kebahagiaannya tetap tinggi di minggu-minggu setelah liburan selesai adalah mereka yang mengalami liburan yang santai.
Walaupun menggoda untuk melakukan banyak petualangan dan aktivitas saat liburan, bisa jadi nantinya kebahagiaanmu bisa tak bertahan lama.
sumber: kompas.com
Tinggalkan Balasan