PADA 23-27 Juni, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan penggalian awal di Piramida Toba. Setelah penggalian singkat itu, pada 28 Juni 2024, mereka membuat presentasi hasil temuan awal di Kantor Bupati Humbang Hasundutan (Humbahas). Saya sendiri ikut hadir pada presentasi tersebut.
Ada pun kehadiran saya, selain sebagai anggota Tim Ahli Cagar Budaya Humbang Hasundutan, adalah juga karena kerinduan dan kehausan saya akan berbagai pengetahuan tradisional yang mungkin berkaitan dengan kehidupan orang Batak.
Nah, dalam penggalian itu, melalui scanning elektrik, BRIN menduga keras bahwa ada banyak liang atau gua di bawah Piramida Toba. Tentu saja liang itu belum diketahui buatan manusia atau alami. Juga belum diketahui, apakah liang itu pernah digunakan manusia.
Yang pasti, mereka berhipotesis, usia batu di Piramida Toba itu sudah ribuan tahun, bahkan sebelum Masehi. Andai saja hipotesis itu benar, maka kita agaknya perlu mencari silsilah Batak yang lebih sah. Soalnya, dalam hitungan silsilah, Batak masih belia.
Terkait dengan liang itu, pada 29 Juni 2024, bersama dengan Sanggar Maduma, saya singgah ke Saribu Gua di Desa Banua Rea, Pakkat, Humbahas. Ini kali pertama saya datang ke sana. Dari luar, Saribu Gua itu sama seperti gunung atau bukit lainnya.
Ditumbuhi pohon yang rindang. Hampir tidak kelihatan bahwa ada liang atau gua di sana. Faktanya, ada banyak gua di sana. Saya masuk ke dalam gua tersebut. Saya jadi berimajinasi, seperti temuan scanning elektrik itu, bahwa jangan-jangan liang itu adalah gua.
Perlu diketahui, ada semacam mitos di Bakara tentang adanya lubang yang menghubungkan antara Bakara (Humbahas) ke Tarutung (Taput). Ada juga yang mengatakan ada lubang yang menghubungkan antara Bakara dan Pakkat, Parlilitan, Tarabintang (Papatar).
Saya sendiri adalah orang yang tetap memberi kesempatan bahwa kemungkinan untuk itu bisa saja ada benarnya sebagai bukti adanya jalur patahan gempa. Jalur itulah yang mungkin pernah bersinggungan dengan kehidupan dan ritualisme Batak.
Seperti di Saribu Gua, di sana ada batu-batu alami yang bisa saja dimanfaatkan leluhur. Katakan, misalnya, Batu Tambar di sana. Batu besar itu mempunyai lubang layaknya lesung. Batu itu halus. Jadi, sangat besar kemungkinan digunakan untuk ritual.
Katakan, misalnya, ritual tentang Sibiangsa. Apalagi tepat di bawahnya, ada tempat pertapaan. Di bawahnya lagi ada gua. Kalau orang spritualis bisa berasumsi, bisa saja Saribu Gua adalah semacam kampung spiritual yang masih tertutup. Namun, pelan-pelan, pintu itu semakin terbuka.
Pintu yang terbuka itu menyingkapkan banyak rahasia. Saling berhubungan barangkali dan saling menyambung. Tetapi, itu masih dari kacamata spritual. Setidaknya, begitu beberapa tetua berkata. Namun, semua akan sah ketika kalimat penelitian mulai berbunyi.
sumber: https://medanbisnisdaily.com/