Organisasi Internasional yang bergerak di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO) memberikan sanksi peringatan atau kartu kuning kepada Kaldera Toba yang telah ditetapkan sebagai Global Geopark.
Seperti diketahui, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menyepakati Kaldera Toba ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark. Kaldera Toba secara resmi ditetapkan sebagai Global Geopark pada Sidang ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO di Paris pada 7 Juli 2020, bersama 15 anggota lainnya.
Namun, setelah tiga tahun berstatus sebagai aset geoogis Internasional, UNESCO justru memberi kartu kuning karena menilai badan pengelola Toba Caldera Unesco Global Geopark (TCUGGp) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), minim melakukan aksi. Sanksi dan penilaian tidak memuaskan terhadapa Kaldera Toba tersebut disampaikan dan diumumkan UNESCO melaluai laman resmi unesco.org.
Sanksi kartu kuning tersebut mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk Ketua DPRD Sumatera Utara Baskami Ginting. Dia menyebut dengan penilaian kurang memuaskan dari UNESCO ini sangat berdampak terhadap pengembangan kawasan Danau Toba bahkan bisa pada sanksi pencabutan status Global Geopark.
“Kok bisa UNESCO memberi kartu kuning terhadap status Geopark Kaldera Toba? Dua tahun ke depan itu bukan waktu yang lama, kalau ini tidak diperbaiki, bisa-bisa kita (Kaldera Toba) dicabut Global Geopark-nya. Dan untuk mendapatkan status itu tidak gampang,” kata Baskami Ginting, Kamis (14/9).
Baskami mengatakan terkait status kartu kuning Kaldera Toba dari UNESCO tersbeut akan segera disampaikan kepada PJ Gubernur Sumut Hassanudin. Dia berharap Gubernur bisa memanggil semua pemangku kebijakan di kawasan Danau Toba sehingga status tersebut bisa segera dicabut.
Menurutnya, pemberian sanksi kartu kuning tersebut karena pihak-pihak terkait sebagai pengelola di kawasan Danau Toba seperti Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disbudparekraf) Provinsi Sumut, Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) dan stake holder lainnya tidak menjalankan peran dan fungsi sebagaimana status yang melekat pada Geopark Kaldera Toba.
“Kalau semua menjalankan sesuai status Geopark, tentu UNESCO tidak memberikan penilaian kartu kuning kepada Kaldera Toba. Dua tahun bukan waktu yang lama, sehingga perlu pembenahan agar Danau Toba masuk dalam salah satu agenda dunia,” tegas Baskami.
Peringatan Keras Bagi Pemangku Kebijakan
Sebelumnya, Pemerhati dan pelaku pariwisata Sanggam Hutapea pun angkat bicara.
Menurut Sanggam, kartu kuning untuk Geopark Kaldera Toba harus jadi cambuk bagi semua stakeholder, dari pemerintah pusat, daerah, para bupati di kawasan Danau Toba maupun para pelaku wisata di kawasan itu.
“Saya kira ini merupakan cambuk untuk semua pihak agar secepatnya bergerak dan bukan untuk saling menyalahkan,” ujar Sanggam Hutapea di Jakarta, Senin (11/9/2023).
Seharusnya, lanjut Sanggam Hutapea, saat mengajukan Kaldera Toba untuk masuk sebagai salah satu situs UNESCO semua pihak mulai dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah maupun masyarakat sudah menyadari akan ada tanggung jawab besar yang harus dikerjakan bersama-sama dalam pengembangan dan pembangunan kawasan Danau Toba.
Sanggam menginggatkan perjuangan dan proses panjang dari upaya bersama berbagai pemangku kepentingan baik Pemerintah Pusat dan Daerah maupun masyarakat di kawasan Danau Toba yang mengajukan Geopark Kaldera Toba untuk masuk sebagai salah satu situs UNESCO jangan menjadi perjuangan yang sia-sia.
Dia menyerukan kembali untuk menjadikan kawasan Danau Toba sebagai wisata berkelas dunia, bukan hanya bicara membangun infrastruktur, tetapi juga harus sejalan dengan upaya menjaga ekosistem dan kelestarian lingkungan kawasan Danau Toba.
“Mempertahankan Kawasan Danau Toba agar tetap jadi kawasan warisan dunia harus dilakukan dan menjadi pariwisata Danau Toba berkelas dunia, bukan hanya slogan,” ujar alumnus Pascasarjana Universitas Gajah Mada itu.
sumber: sumut.jpnn.com
Tinggalkan Balasan