Jika anda sedang berada di kota Palembang, Jembatan Ampera menjadi salah satu tujuan utama jalan-jalan di kota pempek ini. Jembatan yang menjadi penghubung antara kota Palembang di seberang hulu dan seberang hilir ini sudah menjadi icon ibu kota Sumatera Selatan.
Jembatan Tercanggih di Asia Tenggara
Jembatan dengan panjang 1.117 meter dan lebar lebih dari 20 meter menjadikannya jembatan terpanjang di Asia Tenggara pada zamannya. Selain itu, jembatan ini merupakan infratuktur megah di jamannya dan merupakan jembatan tercanggih
Badan jembatan dapat diangkat guna mengatur ketinggiannya menyesuaikan lalu lintas kapal di Sungai Musi. Arus lalu lintas di Sungai Musi sejak dahulu terkenal padat, terutama mengangkut hasil bumi dan tambang dengan menggunakan kapal-kapal berukuran tinggi dan besar. Bagian tengah jembatan dapat dinaikkan dengan peralatan mekanik dan dua bandul pemberat yang masing-masing berkisar 500 ton pada dua menaranya, dengan kecepatan sekitar 10 meter per menit dan total waktu yang diperlukan untuk mengangkat seluruh jembatan 30 menit.
Jembatan ini menjadi jembatan tercanggih secara teknologi pembangunan dengan sistem persinyalan yang diatur dari sebuah pos berjarak cukup jauh.
Namun sejak tahun 1970, hal tersebut tidak lagi dilakukan. Alasannya, waktu yang digunakan untuk mengangkat jembatan ini, yaitu sekitar 30 menit, yang mengganggu arus lalu lintas. Terlebih sudah tidak ada lagi kapal besar yang berlayar di Sungai Musi.
Dan juga akhirnya di tahun 1990, dua bandul pemberat untuk menaikturunkan bagian tengah jembatan dibongkar dengan alasan keselamatan masyarakat yang menjalankan jembatan.
Dana Rampasan Penjajah Jepang
Ide membangun jembatan hingga dapat menghubungkan dua daratan di Kota Palembang, sebetulnya sudah ada sejak zaman Gemeente Palembang, tahun 1906. Saat jabatan Wali Kota Palembang diduduki oleh Le Cocq de Ville, tahun 1924.
Pada masa kemerdekaan, gagasan itu kembali muncul, DPRD Peralihan Kota Besar Palembang kembali lagi pembangunan jembatan saat sidang pleno yang berlangsung pada 29 Oktober 1956.
Pada saat itu, anggaran yang dimiliki Kota Palembang yang akan digunakan sebagai modal awal membangun jembatan sekitar Rp 30 ribu. Tahun 1957, dibentuk panitia pembangunan, yang terdiri dari Penguasa Perang Komando Daerah Militer IV / Sriwijaya, Harun Sohar, dan Gubernur Sumatera Selatan, HA Bastari. Kemudian, Wali Kota Palembang, M. Ali Amin, beserta Wakil Wali Kota, Indra Caya, meminta bantuan Presiden Sukarno.
Sama halnya dengan dana yang digunakan untuk pembangunan Monas di Jakarta, dana pembangunan Jembatan Ampera juga diambil dari perampasan saat perang Jepang hasil senilai 2,5 miliar Yen. Selain itu, ahli-ahli konstruksi dari Jepang juga turut dihadirkan dalam proyek pembangunan Jembatan Ampera.
Setelah kalah pada Perang Dunia ke II, sekutu mengharuskan Jepang menandatangani perjanjian San Fransisco. Perjanjian ini mengharuskan Jepang bertanggung jawab moral dan material kepada negara jajahan, termasuk Indonesia.
Dibangun Tiga Tahun
Proses pembangunan jembatan Ampera ini juga tergolong cepat. Dengan teknologi canggih yang menyertainya, jembatan ini awalnya ingin diselesaikan dalam kurun waktu dua tahun. Pemasangan tiang pancang Jembatan Ampera dilakukan pada 10 April 1962 oleh Presiden Soekarno menargetkan pembangunan akan selesai pada tahun 1964.
Akan tetapi, target pembangunan tersebut tidak tercapai dan baru diresmikan pada 30 September 1965, yakni 55 tahun yang lalu.
Anggaran pembangunan jembatan menelan 10.525 juta USD dengan tambahan kontrak sebesar USD 4.500.000 pada 14 Desember 1961.
Sebagai bentuk apresiasi masyarakat Palembang kepada Presiden RI pertama, Ir Soekarno, untuk pertama kalinya dalam dinamai Jembatan Ampera Jembatan Bung Karno.
Akan tetapi, Presiden Soekarno tak berkenan, terlebih dahulu setelah pergolakan politik pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Sukarno sangat kuat, maka dipilihlah nama yang memiliki makna Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera), yang pernah menjadi slogan bangsa Indonesia pada tahun 1960’an. Sehingga dijuluki Jembatan Ampera.
Jembatan Ampera Sebagai Tempat Wisata
Sebagai ikon Kota Palembang, Jembatan Ampera terus mengalami perubahan dan peremajaan. Jembatan Ampera di kala malam dihiasi lampu-lampu sehingga nampak indah dan eksotis. Banyak yang berpendapat, menyaksikan Jembatan Ampera di kala malam seperti menyaksikan eksotika Venesia di Italia. Dari atas Jembatan ampera akan terlihat Benteng Kuto Besak yang masih kokoh berdiri. Sementara Plasa Benteng Kuto Besak terdapat pasar kuliner malam yang selalu dipenuhi para pengunjung. Tak heran jika banyak yang berpendapat, melancong ke Palembang belum lengkap jika belum menyaksikan keindahan Jembatan Ampera di malam hari.
Jika Jakarta identik dengan tugu monas, maka Palembang identik dengan Jembatan Ampera sebagai ikon kota yang terkenal dengan kuliner empek-empek nya ini. Masyarakat Kota Palembang sepakat, jembatan yang menghubungkan wilayah seberang ilir dan seberang hulu ini merupakan simbol kota yang menjadi kebanggaan masyarakat Palembang. Tidak mengherankan jika berbagai panggung hiburan yang digelar di Kota Palembang kerap diadakan di seputaran Jembatan Ampera.
Post Views: 71
Menyukai ini:
Suka Memuat…