Wisata virtual atau tur virtual kini menjadi alternatif hiburan di masa pandemi Covid-19. Bos perusahaan perjalanan wisata Atourin, Benarivo Triadi Putra mengatakan wisata virtual memiliki banyak manfaat untuk pelaku industri pariwisata dan wisata itu sendiri.
“Wisata virtual jadi media yang ‘memprovokasi’ wisatawan secara digital,” kata Benarivo Triadi Putra dalam konferensi pers virtual, Kamis 8 Oktober 2020. Dia menjelaskan, wisata virtual memberikan gambaran sekaligus informasi sebelum wisatawan memutuskan apakah mereka akan berkunjung ke destinasi wisata yang disaksikan setelah pandemi Covid-19 tertangani.
Tur virtual juga bisa dilakukan sambil bersantai di rumah, tidak berpeluh lelah, dan bisa dinikmati bersama seluruh keluarga. Wisatawan virtual menyaksikan pemandangan dari foto yang tersedia di dunia maya sembari mendengarkan informasi dari pemandu wisata bersertifikasi. “Ini menjadi hiburan sekaligus penggoda bagi wisatawan agar tertarik berkunjung ke tempat tersebut secara langsung,” kata Benarivo Triadi Putra.
Atourin bekerja sama dengan Traveloka dalam membuat tur virtual ke 15 destinasi wisata dari tujuh provinsi di Indonesia, yakni Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua. Atourin juga pernah menggandeng Wisata Kreatif Jakarta dengan menggelar wisata virtual untuk memperingati ulang tahun ibu kota Indonesia ini.
Peminat wisata virtual semakin berkembang. Berdasarkan data Atourin, pada Juli sampai September 2020 tercatat lebih dari 900 wisatawan virtual yang menjelajahi destinasi wisata domestik. “Saat ini kami fokus ke destinasi wisata domestik. Kalau nanti ada wisata internasional, kami yakin sangat banyak peminat,” kata Rivo.
Wisatawan tur virtual berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari mahasiswa hingga pekerja berusia 20 sampai 30an. Ada yang menjadi pelanggan setia dan selalu mengikuti tur virtual baru yang kami buat. “Mereka bilang wisata virtual menarik, menyegarkan karena dapat melepas penat setelah seharian bekerja,” katanya. Cukup dengan meluangkan waktu sekitar dua hingga tiga jam untuk mengikuti tur virtual.
Deputi Bidang Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Nia Niscaya mengatakan tur virtual memang tak bisa menggantikan wisata aktual. “Tapi ini adalah inovasi yang harus didukung dan dikembangkan,” katanya. “Walau wisata virtual tidak bisa menggantikan wisata aktual, setidaknya cara ini menjadi pengobat rindu.”
sumber: tempo.co
Tinggalkan Balasan