Menjaga Mahkota Sumatera

12 Oct 2025 3 min read No comments Info Toba
Featured image
Spread the love

Membedah Kebijakan Pelestarian dan Pengelolaan Kawasan Danau Toba

 

Di balik pesonanya yang memukau dunia, Danau Toba menyimpan kompleksitas tantangan ekologis dan sosial. Menyeimbangkan laju pertumbuhan pariwisata dengan kelestarian lingkungan adalah sebuah keniscayaan. Untuk itu, pemerintah Indonesia telah merumuskan serangkaian kebijakan berlapis—dari tingkat nasional hingga lokal—yang menjadi fondasi bagi pengelolaan Danau Toba secara berkelanjutan.

Tulisan ini akan mengupas tuntas kerangka regulasi, kebijakan implementatif, tantangan nyata di lapangan, serta solusi inovatif untuk memastikan Danau Toba tetap menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang.

 

Pilar Hukum: Fondasi Penyelamatan Danau Toba

 

Kerangka hukum menjadi kompas yang mengarahkan semua upaya pelestarian. Beberapa regulasi kunci menjadi pilar utama dalam pengelolaan kawasan Danau Toba.

 

1. Perpres No. 89 Tahun 2024: Rencana Induk Pariwisata Nasional

 

Peraturan Presiden ini adalah buku panduan utama dalam pengembangan Danau Toba sebagai Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP). Isinya bukan sekadar wacana, melainkan pedoman terintegrasi yang mengikat lintas sektor.

  • Fokus Utama: Mensinergikan program antara kementerian/lembaga, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan seluruh pemangku kepentingan.
  • Cakupan: Meliputi penataan ruang, pengelolaan sumber daya alam, pelestarian cagar budaya, mitigasi bencana, hingga strategi pertumbuhan ekonomi kreatif yang inklusif bagi masyarakat lokal.

 

2. Perpres No. 60 Tahun 2021: Penyelamatan Danau Prioritas Nasional

 

Regulasi ini secara spesifik menempatkan Danau Toba sebagai salah satu dari 15 danau prioritas nasional yang kondisi ekologisnya harus segera dipulihkan.

  • Target Konkret:
    • Menuju Zero Keramba Jaring Apung (KJA): Mengurangi secara drastis KJA yang menjadi sumber utama pencemaran air dari sisa pakan ikan dan kotoran.
    • Restorasi Hutan: Memulihkan kawasan tangkapan air (catchment area) di sekitar danau untuk mencegah erosi dan sedimentasi.
    • Pengelolaan Limbah: Membangun infrastruktur sanitasi dan pengolahan limbah domestik serta industri untuk mencegah polutan masuk ke danau.

 

3. Peraturan Daerah (Perda) & Kearifan Lokal

 

Di tingkat regional, Perda Provinsi Sumatera Utara No. 1/1990 dan Perpres 81/2014 telah menetapkan standar baku mutu kualitas air Danau Toba pada kelas satu, artinya layak untuk air minum. Ini adalah standar tertinggi yang menuntut penjagaan ketat.

Namun, yang tak kalah penting adalah norma budaya “Aek do Hangoluan” (Air adalah Kehidupan). Kearifan lokal masyarakat Batak ini menjadi landasan etis dan spiritual yang memperkuat komitmen pelestarian, memandang air bukan sebagai sumber daya, melainkan sumber kehidupan itu sendiri.

 

Aksi di Lapangan: Kebijakan Implementatif BPODT dan Pemda

 

Di bawah payung hukum nasional, Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) dan Pemerintah Daerah di 7 kabupaten sekitar danau menerjemahkannya ke dalam aksi nyata.

  • Penataan Keramba (KJA): Melakukan relokasi, mengurangi jumlah, dan mendorong penggunaan teknologi pakan yang ramah lingkungan bagi KJA yang masih beroperasi.
  • Diversifikasi Wisata: Mengembangkan produk ecotourism, geotourism, dan wisata budaya untuk mengurangi tekanan pada satu titik dan menyebarkan manfaat ekonomi.
  • Pelibatan Masyarakat Lokal: Menggandeng desa-desa adat dalam pengelolaan kawasan wisata, memastikan mereka menjadi subjek, bukan objek pariwisata.
  • Perlindungan Biodiversitas: Melarang introduksi spesies ikan asing tanpa proses karantina yang ketat untuk melindungi ikan endemik seperti Ikan Batak (Neolissochilus thienemanni).

 

Tantangan Nyata di Balik Regulasi

 

Meskipun kerangka kebijakan sudah kuat, implementasi di lapangan menghadapi berbagai tantangan serius:

  1. Fragmentasi Koordinasi: Sering kali terjadi ego sektoral dan kurangnya sinergi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, pihak swasta, dan komunitas. Kebijakan yang baik di atas kertas menjadi tumpul saat diimplementasikan.
  2. Implementasi yang Belum Konsisten: Penertiban keramba jaring apung masih sering berjalan inkonsisten. Banyak kebijakan berisiko menjadi “macan kertas”—sekadar wacana tanpa aksi nyata yang berkelanjutan di lapangan.
  3. Kapasitas Masyarakat: Tingkat kesadaran dan kapasitas masyarakat lokal dalam mengadopsi praktik ramah lingkungan (misalnya pengelolaan sampah dan pertanian berkelanjutan) masih perlu ditingkatkan.

 

Jalan ke Depan: Solusi Inovatif dan Kolaboratif

 

Mengatasi tantangan tersebut memerlukan pendekatan yang lebih cerdas, partisipatif, dan berbasis data.

  • Penguatan Kapasitas dan Insentif: Memberikan pelatihan dan insentif ekonomi bagi komunitas desa adat yang proaktif menjaga ekosistem. Pengetahuan berbasis lokal (local knowledge) harus diintegrasikan dalam pengambilan keputusan.
  • Pemanfaatan Teknologi: Menggunakan drone dan sensor untuk monitoring kualitas air dan tutupan lahan secara real-time. Ini memungkinkan pengawasan berbasis data yang akurat dan transparan.
  • Mekanisme Pelaporan Publik: Membangun platform digital yang mudah diakses bagi publik untuk melaporkan pelanggaran lingkungan, seperti pembuangan limbah ilegal atau pembukaan lahan liar.

Pelestarian Danau Toba adalah sebuah maraton, bukan sprint. Diperlukan komitmen kolektif yang tak pernah putus dari semua pihak. Dengan pilar hukum yang kuat, implementasi yang tegas, serta partisipasi aktif dari masyarakat yang berakar pada kearifan lokal, Danau Toba tidak hanya akan bertahan, tetapi juga akan berkembang menjadi contoh destinasi pariwisata berkelanjutan kelas dunia.

Author: Gracia Adelia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *