Icip Asam Pahit Java Ijen Raung, Kopi Terbaik dari Bondowoso dengan Rasa Khas dan Unik

21 Jan 2021 3 min read No comments Kuliner

 Buat kamu pecinta kopi wajib rasanya mencoba kopi asli dari dari satu wilayah di Jawa Timur yaitu Kabupaten Bondowoso.

Kopi arabika java ijen raung adalah satu jenis produk kopi terbaik dari Bondowoso yang memiliki rasa unik dan nikmat.

Rasa dari kopi tersebut berasal dari proses prawatan yang intensif serta pengaruh kondisi geologi kontur tanah di Kabupaten Bondowoso.

“Java Ijen Raung ditanam di hamparan tanah subur yang terletak di antara gunung aktif Ijen dan Raung. Itu yang membuat cita rasanya berbeda dengan kopi lain, yakni asam dan manis alami. Kami akan mempertahankan cita rasa itu,” ungkapnya.

Cita rasa terdesebut dapat kamu dapatkan secara alami saat kopi Java Ijen Raung ini diseduh.

Popularitas kopi varietas arabika itu tak terlepas dari kepiawaian dan kegigihan para petani, salah satunya Suyitno (64) warga Jalan Kawah Ijen, Sukosari, Bondowoso.

Baca juga: 

Suyitno sudah menjadi petani kopi sedari tahun 1986. Mulanya, ia menanam kopi jenis robusta di lahan milik Perhutani tepatnya di Blok Se Topeng lereng Ijen-Raung dengan ketinggian 1400 MDPL.

“Saya mencoba menanam kopi robusta di lahan milik Perhutani seluas 2 hektare,” katanya, Kamis (7/1).

Pensiunan polisi ini memang punya bakat bertani sejak kecil. Sehingga, ia berhasil memanen kopi robusta saat pertama kali menanam. Kopi robusta tersebut pun kemudian dijual oleh Suyitno.Ilustrasi Kopi (theweek.com)© Disediakan oleh TRIBUN TRAVEL Ilustrasi Kopi (theweek.com)

“Kopi robusta hasil tanam saya lumayan laris terjual. Sehingga saya menambah luas area pertanian kopi di lahan Perhutani menjadi 6 hektare,” terangnya.

Karena berbuah manis, Suyitno melanjutkan menanam sekaligus memproduksi kopi robusta hingga puluhan tahun.

Namun, seiring berjalannya waktu, kopi arabika mulai masuk dan dikenal di kalangan petani Sukosari.Kopi arabika diketahui punya cita rasa yang berbeda dari robusta. Penjualan kopi arabika pun melejit di berbagai daerah.

Karena faktor itu, para petani Sukosari ramai-ramai beralih menanam kopi arabika.

“Saya tidak langsung banting setir menanam kopi arabika. Saya baru menanam arabika tahun 2016,” paparnya.

TONTON JUGA:

Menanam kopi arabika bukanlah perkara mudah. Tanaman kopi arabika mudah terserang penyakit dibandingkan robusta. Sehingga, perlu perawatan sangat ekstra.

“Tentu, awal menanam kopi arabika, hasilnya tak bagus. Perawatan kopi arabika terbilang sulit,” ujarnya.

Beruntung, Pemerintah Kabupaten Bondowoso yang dipimpin Bupati Amin Said Husni peduli dengan petani. Mereka mengadakan pelatihan perawatan kopi dari hulu ke hilir beserta pemasaran untuk para petani dengan menggandeng sejumlah pihak.

Tidak hanya itu, Pemkab Bondowoso juga punya inovasi branding bernama Bondowoso Republik Kopi (BRK). Semangat para petani langsung menggebu untuk tekun menanam kopi arabika.

“Kalau menanam kopi sesuai ilmu yang yang didapat dalam pelatihan memang hasilnya baik. Kami pun selalu menerapkan ilmu itu, di antaranya pembersihan gulma, pemupukan menggunakan bahan organik, termasuk cara pemangkasan wiwilan,” sebutnya.

Lantaran punya cita rasa yang khas, kopi Java Ijen Raung pun digandrungi sejumlah masyarakat. Produk kopi Java Ijen Raung dengan merk Dako Julie milik Suyitno sendiri sudah menjajaki hampir ke seluruh daerah di Indonesia.

“Pelanggan kami di antaranya dari Gorontalo, Papua, Sumatera, Bali, dan sejumlah daerah di Jawa. Kami memasarkan produk Dako Julie lewat media sosial seperti Facebook dan Instagram,” urainya.

Produk Dako Julie dijual dengan harga beragam. Kopi bubuk kemasan 10 gram dibanderol Rp 30 ribu dan untuk kemasan 1 kg dijual Rp 300 ribu.Ia menambahkan, pecinta kopi Java Ijen Raung tak hanya dari Indonesia saja. Pelanggan produk Kopi Java Ijen Raung milik Kelompok Tani Sukosari ada yang dari Eropa, Amerika, dan Malaysia. Artinya, cita rasa khas kopi Java Ijen Raung diakui dunia.

“Kami mengekspor kopi melalui eksportir. Ke depan kelompok kami akan mengekspor sendiri. Sebab, surat izin ekspor baru turun,” tambahnya.

Ia menceritakan, saat pandemi Covid-19, penjualan kopi Dako Julie mengalami penurunan hingga 70 persen. Harga kopi juga turut anjlok.

“Saat ini omzet kami sebulan turun menjadi Rp 8 juta. Sebelumnya, omzet kami sekitar Rp 20 juta perbulan. Harga jual green bean (biji kopi) merosot 50 persen menjadi Rp 40 ribu per kg,” pungkasnya.

sumber: tribuntravel.com

Author: Bang Ferry

Tinggalkan Balasan