Itinerary Seharian di Kota Tua Jakarta, dari Sunda Kelapa ke Museum Fatahillah

12 Jun 2022 4 min read No comments Info Wisata

Bicara soal Kota Tua Jakarta, sebagian besar wisatawan mungkin hanya mengetahui area wisata ikonik Taman Fatahillah saja.

Namun, nyatanya di sekitar kawasan ini ada banyak situs sejarah yang sudah eksis sejak berabad-abad lalu, seperti Pelabuhan Sunda Kelapa, Menara Syahbandar, hingga gudang logistik sisi timur yang kini kondisinya cukup memprihatinkan.

Bila kamu punya rencana berkunjung ke Jakarta, pastikan mampir ke tempat-tempat ini untuk melihat jejak peninggalan VOC di Tanah Batavia.

Menara Syahbandar

Perjalanan bisa dimulai dari Menara Syahbandar yang ada di dekat Museum Kebaharian Jakarta, Jalan Pasar Ikan nomor 1, Penjaringan, Jakarta Utara.

Sebelum menjadi menara beton seperti sekarang, dulunya menara ini merupakan menara kayu yang dioperasikan seorang syahbandar, untuk memantau sekaligus mengendalikan lalu lintas kapal saat keluar-masuk kota Batavia kala itu.

Menurut laman Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jumat (10/6/2022), Syahbandar berarti kepala pelabuhan.

Menara Syahbandar
Menara Syahbandar

Kemudian, menara yang dibangun sekitar tahun 1839 ini juga difungsikan sebagai tempat pemungutan pajak dari barang-barang yang keluar-masuk pelabuhan Sunda Kelapa.

Itulah mengapa Menara Syahbandar juga dikenal sebagai Menara Pabean yang menjadi cikal bakal penyebutan bea cukai, atau pajak. Saat Kompas.com tiba di bagian atas menara, Sabtu (4/6/2022), terasa sedikit getaran.

Menurut penjelasan Duta dari Komunitas Historia Indonesia sebagai memandu tur siang itu, kondisi ini disebabkan oleh kemiringan menara yang kian bertambah akibat turunnya permukaan tanah karena sering dilalui oleh truk-truk besar.

“Menara ini kemiringannya mungkin sudah 22 derajat. Jika dibiarkan, perlahan bisa hancur,” kata Duta kepada Kompas.com dan peserta tur lain, Sabtu.

Museum Bahari Jakarta

Sekitar 500 meter dari menara, kamu bisa berkunjung ke Museum Bahari Jakarta yang menyajikan koleksi benda-benda seputar kelautan, seperti miniatur kapal para penjelajah.

Ada pula peta Pelabuhan Sunda Kelapa dan perangkat alat navigasi yang digunakan selama melaut kala itu.

Museum Kebaharian Jakarta
Museum Kebaharian Jakarta

Dulunya, bangunan museum merupakan bagian sisa dinding kota Batavia lama. Kompleks benteng (bastion) ini tidak ikut dibongkar atas perintah Gubernur Jendral Daendels pada 1809.

“Bangunan museum pernah dipakai sebagai gudang penyimpanan barang komoditas VOC di Nusantara, seperti rempah-rempah, kopi, teh, tekstil dan lain-lain, sebelum dijual ke pasar internasional,” terang Duta.

Semasa pendudukan Jepang, bangunan lalu dijadikan sebagai gudang logistik untuk menyimpan peralatan militer Jepang, hingga akhirnya diresmikan sebagai

Museum Bahari pada 7 Juli 1977.

Pelabuhan Sunda Kelapa

Perjalanan selanjutnya, kamu bisa coba untuk berkunjung ke Pelabuhan Sunda Kelapa, yang pernah menjadi salah satu pelabuhan tertua sekaligus terbesar di Indonesia pada masanya.

Berada di muara sungai Ciliwung, pelabuhan ini penting di Pulau Jawa karena letaknya yang strategis sebagai jalur lalu lintas perdagangan.

Pelabuhan Sunda Kelapa saat ini
Pelabuhan Sunda Kelapa saat ini

Sedangkan nama Sunda Kelapa sudah ada sejak masa Kerajaan Pajajaran. Namun, fungsinya sebagai pelabuhan ternyata telah berlangsung sejak abad ke-5 atau sejak jaman Kerajaan Tarumanegara, meski belum memakai nama Sunda Kelapa.

“Kata Sunda diambil dari nama Kerajaan Sunda Pajajaran, sedangkan Kelapa karena di sekitar area pantai banyak pohon kelapa waktu itu,” terang Duta menjelaskan asal-usul nama pelabuhan ini.

Adapun Pelabuhan Sunda Pajajaran makin dikenal luas berkat berita ekspedisi Laksamana Cheng Ho pada abad ke-15, di zaman Dinasti Ming.

Tahun 1609, pelabuhan ini dikuasai VOC dan diubah namanya menjadi Batavia sekaligus sebagai ibukota VOC di Nusantara.

Sedikit tips, pastikan memakai topi atau payung, ya. Sebab cuaca pelabuhan pada siang hari sangat panas dan menyengat.

Sisa dinding tembok Batavia dan gudang sisi timur

Memiliki nasib yang berbeda dengan kompleks Museum Bahari, kondisi dinding tembok Batavia dan gudang sisi timur ini memprihatinkan.

Di area dalam tembok, terdapat gudang yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan logistik pangan dan komoditas, seperti beras, kacang-kacangan, biji-bijian, kopi, teh, hingga barang kerajinan seperti keramik dan porselen.

Jejak Gudang Sisi Timur Batavia yang kini dijadikan tempat bermain oleh anak-anak sekitar
Jejak Gudang Sisi Timur Batavia yang kini dijadikan tempat bermain oleh anak-anak sekitar

Gudang sisi timur telah difungsikan sejak abad ke-17 sekitar tahun 1652. Namun karena bangkrut dan berakhirnya VOC pada 31 Desember 1799, pada tahun 1808 Daendels memerintahkan untuk membongkar tembok beserta isinya.

Pusat pemerintahan Hindia Belanda kemudian dipindah ke Weltevreden yang sekarang berada di kawasan Jakarta Pusat.

Duta melanjutkan bahwa pasca-kemerdekaan Indonesia, Soekarno memerintahkan agar seluruh bangunan peninggalan Belanda di Tanah Air harus dikosongkan, begitu pula dengan gudang ini.

Bisa dilihat, akar pohon beringin sudah menjuntai dari atas atap hingga menyentuh permukaan tanah. Selain itu, lingkungan sekitar bangunan juga terbilang kumuh dengan keberadaan pangkalan truk-truk besar dan genangan air.

Toko Merah

Sebelum tiba di pemberhentian terakhir, peserta tur melewati bangunan Toko Merah. Meski namanya Toko Merah, bangunan tersebut justru sering digunakan untuk lokasi foto pre-wedding, dengan desain ruangan yang klasik.

Toko Merah, Jakarta Utara
Toko Merah, Jakarta Utara

“Disebut toko merah dikarenakan bangunan ini menggunakan bata berwarna merah dan mungkin merujuk pada peristiwa pembantaian Tionghoa (Geger Pecinan) tahun 1740,” tutur Duta.

Tempat ini juga pernah ditinggali beberapa Gubernur Jenderal VOC dan pernah digunakan sebagai tempat pertemuan para pejabat.

Pada 1850 bangunan ini pun silih berganti kepemilikan, hingga akhirnya difungsikan sebagai toko oleh seorang pengusaha Tionghoa yang bernama Oey Liauw Kong.

Bangunan ini juga kerap berganti fungsinya, seperti pada 1925 dijadikan sebagai bank dan pada masa pendudukan Jepang dijadikan sebagai Dinas Kesehatan.

Taman Fatahillah

Lokasi terakhir ini tentu familiar di mata wisatawan lokal dan mancanegara yang berkunjung ke Jakarta, yaitu Taman Fatahillah.

Memasuki kawasan taman, kamu akan disambut deretan manusia patung dan pembaca garis tangan.

Makin sore, orang-orang kian ramai. Ada yang duduk santai di tepi tangga Museum Sejarah Jakarta, ada pula yang sibuk berswafoto ria dengan topi pantai dan sepeda onthel yang ikonik.

Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta Utara
Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta Utara

Dahulu tempat ini dikenal sebagai Standhuisplien atau Taman Balaikota karena di selatan alun-alun ini terdapat Balaikota yang dibangun pada tahun 1710. Bangunan itulah yang kini difungsikan sebagai Museum Sejarah Jakarta.

Di tengah Taman Fatahillah terdapat sebuah air mancur yang menyediakan pasokan air bersih sekitar abad 18.

Selanjutnya di sebelah timur Taman Fatahillah ada sederet gedung tua, yang mana salah satunya ialah gedung milik perusahaan “Geo Wehry & Co” yang dibangun pada tahun 1912.

Sejak tahun 1939, gedung tersebut digunakan sebagai Museum Oude Batavia, dan pada tahun 1975 hingga saat ini dijadikan sebagai Museum Wayang.

sumber: kompas.com

Author: Ido Delia

Tinggalkan Balasan