Administratif.
Secara administratif seluruh kawasan Kaldera Toba meliputi 20 Kecamatan di dalam 7 Kabupaten seluas 3.151 Km2, dengan populasi penduduk berjumlah 406.726 jiwa dan kepadatan penduduk 129 jiwa/km2. (BPS Sumatera Utara 2016).
Iklim dan Cuaca.
Suhu di kawasan Geopark Kaldera Toba berkisar antara 17°C – 29°C dengan kelembaban udara rata-rata 85
%. Curah hujan tertinggi terjadi bulan November dengan rata-rata 440 mm dengan jumlah hari hujan tertinggi sebanyak 18 hari. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni s/d Agustus berkisar dari 31 s/d 56 mm per bulan, dengan hari hujan tertinggi sebanyak 7 hari.
Iklim di Kawasan Kaldera Toba tergolong dalam daerah tropis basah dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan Agustus dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan September sampai dengan Maret. Ketinggian tempat dari permukaan air laut berpengaruh terhadap suhu udara yaitu setiap naik 100 m suhu akan turun rata-rata 0,6°C sehingga makin tinggi suatu tempat akan menyebabkan daerah tersebut memiliki suhu lebih rendah. Suhu di kawasan Geopark Kaldera Toba berkisar antara 17°C – 29°C dengan kelembaban udara rata- rata 85 %. Curah hujan tertinggi terjadi bulan November dengan rata-rata 440 mm dengan jumlah hari hujan tertinggi sebanyak 18 hari. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni s/ d Agustus berkisar dari 31 s/d 56 mm per bulan, dengan hari hujan tertinggi sebanyak 7 hari.
Karakteristik Lanskap.
Lanskap Kaldera Toba adalah hasil dari letusan gunung berapi eksplosif masif yang membentuk kaldera. Cekungan kaldera tersebut terisi dengan air membentuk sebuah danau yang menempati area seluas 1.130 km² dengan ukuran panjang 100 km berarah Barat laut – Tenggara, lebar 30 km, dan berada pada ketinggian 904 mdpl. Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia dengan titik terdalam mencapai 505 m (1.657 kaki).
Di tengah danau terdapat 8 buah pulau, Pulau Tao atau Malau, Pulau Tulas, Pulau Tolping, Pulau Sirukkongon, Pulau Sitakke-Takke, Pulau Simamora, Pulau Sibandang, dan yang terbesar Pulau Samosir.
Geomorfologi Kaldera Toba mempunyai bentang-alam yang nyaris tidak berbentuk sebuah gunung api sebagaimana kaldera vulkanik lainnya, karena sebagian besar sisa tubuh gunung api ini tertimbun oleh endapan piroklastika yang sangat tebal hingga lebih dari 500 m, sehingga membentuk dataran tinggi (plateau) dengan ketinggian berkisar antara 1500-1800m di atas permukaan laut dengan luas lebih dari 28,000 km2.
Gambar 4. Pulau-pulau di Danau Toba
Gambar 5. Topography Dataran Tinggi (plateau) D. Toba
Kawasan dinding Kaldera Toba memiliki topografi perbukitan bergelombang sampai terjal dan lembah-lembah membentuk topografi daratan dengan batas tepi DAS/ (watershed) seluas 3.658 km² dan luas permukaan danau 1.103 km² (Gambar 6). Topografi kawasan ini terdiri dari perbukitan (43%), pegunungan (30%) dengan puncak ketinggian 1.972 mdpl (Gunung Pusuk Buhit) ,dan dataran (27%) sebagai tempat masyarakat beraktifitas. Kawasan ini juga merupakan daerah tangkapan air yang menampung 240 km3 air hujan dan merupakan waduk (reservoir) air tawar terbesar di Indonesia. Danau Toba merupakan tempat bermuaranya 19 sungai dan 1 saluran jalan air ke luar ke Selat Malaka melalui Sungai Asahan di sisi Tenggara.
Gambar 6. Lake Toba Basin
Struktur Tektonik.
Sesar Besar Sumatera (The Great Sumatran Fault) adalah sesar geser dextral, sesar aktif yang berhubungan langsung dengan aktivitas zona subduksi di sepanjang bagian barat pulau Sumatera. Lempeng Patahan Sumatra terdiri dari 18 segmen yang umumnya membentuk zona ‘tarik-terpisah’, yang meliputi seluruh pulau Sumatra (± 1700 km), terbentuk pada Periode Kapur-Akhir (± 100 ma) (Chesner & Rose, 1991).
Aktivitas vulkanik berkembang sejajar dengan zona subduksi di sepanjang zona Sesar Besar Sumatera, terutama di ujung segmen patahan itu. Kompleks gunung berapi Toba diperkirakan telah berkembang sejak 1,2 juta tahun yang lalu, difasilitasi oleh sistem fraktur yang disebabkan oleh aktivitas tektonik dari sistem Sesar Sumatera utama yang masih aktif hingga saat ini.
Gambar 7. Struktur Tektonik, Peta lokasi dan struktur tektonik kaldera Toba sejajar dengan patahan besar Sumatera yang memotong Pulau Sumatera pada arah Barat Laut-Tenggara, dan juga hampir sejajar dengan patahan subduksi atau lempeng penujaman di Samudera Hindia.
Aktivitas tektonik dari Sesar Sumatera Besar mempengaruhi aktivitas vulkanik pasca-kaldera, yang ditandai dengan konfigurasi pola patahan aktif yang berkembang di wilayah Kaldera Toba dan juga Pulau Samosir. Aktivitas tektonik ini juga mempengaruhi konfigurasi (geometri) dari Kompleks Kaldera Toba, yang terkait dengan pengembangan ruang magma yang sangat besar. Ini ditandai dengan bentuk geometris Danau Toba yang cenderung memanjang, bukan melingkar seperti kaldera vulkanik umumnya (Tambora 1815, dan G. Batur – Bali).
Karakteristik Area Panas Bumi Kaldera Toba.
Danau Toba merupakan danau vulkanik terbesar di dunia dan memiliki aktivitas panas bumi. Terdapat dua wilayah di Danau Toba dengan manifestasi panas bumi berupa mata air panas, fumarol dan steaming ground, yaitu di daerah Simbolon dan Pusuk Buhit. Penelitian isotop dan geokimia terhadap fluida manifestasi lapangan panas bumi telah dilakukan untuk mengetahui karakter sistem panas bumi tersebut.
Fluida air panas di Pusuk Buhit dan Simbolon merupakan steam heated waters, bukan mature waters di mana fluida tipe ini terbentuk akibat pemanasan air tanah oleh uap panas bumi sehingga muncul kembali ke permukaan. Komposisi kimia fluida Simbolon dan Pusuk Buhit bukan hanya terjadi akibat pelarutan batuan saja tetapi juga adanya penyerapan uap panas bumi yang rendah ke dalam sistem air tanah dangkal.
Gambar 8. Lokasi Panas Bumi Kaldera Toba
Estimasi temperatur reservoir berdasarkan perhitungan geotermometer gas berkisar antara 235°C hingga 265°C,. Sedangkan, temperatur mata air panas permukaan di daerah Simbolon berkisar antara 37,9 °C hingga 89,9 °C dengan pH asam yaitu antara 0,97 hingga 1,72. Sementara di daerah Pusuk Buhit temperatur berkisar antara 52 °C hingga 56,8 °C dengan pH 1,06 sampai 1,98. Semua mata air panas tidak mengandung HCO3 (bikarbonat) mengingat nilai pH di bawah 4,5.
Sampel gas yang diambil dari kedua daerah memiliki kandungan NCG (Non-Condensable gas) yang berbeda yaitu sekitar 10% di Pusuk Buhit dan 21% di Simbolon. Perbedaan kandungan NCG ini mencerminkan tingkat kondensasi uap di bawah permukaan yang juga berbeda, yaitu kondensasi uap lebih dominan terjadi di Pusuk Buhit dibandingkan dengan di daerah Simbolon. Komposisi gas yang paling dominan adalah gas CO2 (Karbon Dioksida), yaitu mencapai 97% mol hingga 99% mol dari total NCG. (A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation Vol. 13 No. 2 Desember 2017, Rasi Prasetio, dkk)
Ancaman Bencana.
Tanah Longsor.
Pada umumnya struktur tanah di sekitar danau toba adalah tanah berpasir dengan kemiringan tanah yang datar hanya 11%, landai sebesar 20% sisanya miring/ terjal 69%. Disamping hal tersebut, Kaldera Danau Toba memiliki curah hujan yang tinggi sebagaimana disebut di atas. Dari kondisi tersebut, maka rawan terjadi bencana tanah longsor terutama di daerah dinding kaldera.
Keberadaan semak belukar dan alang-alang yang cukup luas pada Daerah Tangkapan Air (DTA) ini juga merupakan indikasi tingginya laju erosi sehingga lahan yang telah terbuka sulit membentuk formasi hutan alam kembali karena lapisan tanahnya relatif tipis. Kejadian erosi atau tanah longsor secara alamiahnya dipicu oleh jenis tanahnya di mana diketahui bahwa jenis tanah pada DTA Danau Toba sekitar 97% merupakan tanah yang peka sampai dengan sangat peka.
Tanah longsor merupakan bencana alam yang sering terjadi di kawasan ini hingga mengakibatkan terganggunya akses jalan antar kecamatan. Adapun wilayah yang memiliki tingkat kerawanan tinggi adalah Samosir (Onan Runggu dan Palipi) , Tapanuli Utara (Pahae Jae, Pahae Julu, Siborong-borong, dan Adiankoting), Karo (Simpang Empat, Merek, Barus Jae, Mardinding, Payung dan Munthe), dan Humbang Hasundutan (Lintong Nihuta, Bakti Raja, dan Onan Ganjang).
Gunung Berapi.
Sampai saat ini terdapat gunung aktif dan dibuktikan pula oleh masih terdapatnya kerucut gunung api yang sangat muda setelah terjadinya runtuhan Toba, seperti Gunung Pusuk Buhit (1.972 mdpl), Gunung Himun (1.504 mdpl) dan Gunung Sibadak (1.316 mdpl) yang terletak di bagian Tenggara Danau Toba.
Namun aktivitas gunung berapi di daerah ini relatif cukup rendah.
Gempa Bumi.
Di sebelah barat danau toba termasuk wilayah yang dilalui oleh jalur patahan besar Sumatera. Selain patahan besar Sumatera, terdapat patahan aktif Renun (Renun Active Fault) yang merupakan sumber potensi gempa tektonik.
Kegiatan tektonik hingga sekarang masih berlangsung aktif sebagaimana dibuktikan oleh seringnya terjadi gempa dangkal dan sedang di sekitar Danau Toba. Dengan ditemukannya lapisan diatomit pada elevasi 1.050 mdpl di Pulau Samosir, endapan tersebut memberikan indikasi bahwa Samosir pernah menjadi dasar danau. Diduga dasar danau tersebut telah naik hingga 150 meter dari permukaan danau sekarang. Lapisan diatomit tersebut mempunyai volume sekitar 125 juta m3 , dengan kadar air sekitar 40%, densitas 0, 20 dan berkualitas relatif baik.
Cuaca Ekstrim.
Cuaca buruk disertai angin kencang dapat mengakibatkan gelombang pasang yang cukup tinggi, bahkan hingga mencapai ketinggian 5 meter ,seperti yang terjadi pada 13 desember 2018 lalu. yang mengakibatkan beberapa rumah rusak dan hanyut.
Tingginya curah hujan juga dapat mengakibatkan banjir bandang di Daerah Aliran Sungai (DAS). Namun pada musim kemarau juga dapat mengakibatkan surutnya air danau bahkan hingga mencapai 2,5 meter.
Kebakaran Hutan dan Lahan.
Kebakaran hutan juga menjadi potensi ancaman terhadap kawasan ini. Secara alami tumbuhan yang mendominasi di kawasan ini adalah pohon pinus dan semak belukar yang mudah terbakar pada saat kondisi kemarau apalagi dengan adanya dampak perubahan iklim di kawasan ini.
Kabut asap tebal akibat kebakaran hutan dan lahan baik dari wilayah kawasan kaldera toba maupun dari provinsi sekitarnya dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama (mingguan – bulanan) dan sangat mengganggu aktivitas pariwisata, terutama aktivitas penerbangan yang melakukan pembatalan pendaratan demi keselamatan.
Penurunan Kualitas Lingkungan.
Penurunan kualitas lingkungan kawasan Danau Toba pada dasarnya dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di sekitarnya, terutama dari kegiatan domestik (hotel, penginapan, restoran dan pemukiman penduduk), peternakan, pertanian, budidaya perikanan, kegiatan pariwisata dan pasar tradisional serta kegiatan transportasi air. Pengaruh dari seluruh kegiatan tersebut adalah produksi sampah dan limbah yang secara langsung maupun tidak langsung akan masuk ke dalam perairan danau. Salah satu indikator visual yang menunjukkan gejala penurunan kualitas air danau adalah pertumbuhan tanaman air terutama eceng gondok pada lokasi-lokasi tertentu.
Di wilayah Danau Toba terdapat kopi yang telah dikenal di mancanegara bernama Kopi Lintong yang menjadi daya tarik sendiri bagi Danau Toba. Kopi lintong yang berasal dari kabupaten Humbang Hasundutan ini merupakan pemasok kopi utama untuk produsen kopi global seperti Starbucks dan Nestle. Kopi yang diekspor dari Sumut ke luar negeri dalam setahun dapat mencapai 30 ribu ton.
Ekonomi.
Kawasan Danau Toba memiliki potensi yang besar dari sektor produksi pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan. Beberapa kawasan telah ditetapkan sebagai kawasan agropolitan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara maupun Pemerintah Kabupaten. Untuk produksi perkebunan, beberapa komoditi telah menjadi unggulan seperti kopi dan karet.
Sedangkan untuk sektor perikanan, produksi berasal dari perikanan budidaya dengan memanfaatkan perairan Danau Toba maupun perairan umum lainnya. Jika diurutkan dari pekerjaan terbanyak masyarakat di Danau Toba maka sebagai berikut:
Pertanian.
Salah satu pilar ekonomi di Kawasan Danau Toba, selain sektor pariwisata adalah sektor pertanian. Pertanian menjadi sektor andalan bagi masyarakat disekitar danau toba di mana mayoritas penduduknya adalah petani. Salah satu faktor berkembangnya sektor pertanian di Kawasan Danau toba adalah karena kondisi fisik dan sumberdaya biofisik yang cukup untuk mendukung pengembangan pertanian antara lain adalah ketersedian tanah, hara, dataran rendah dan tinggi. Kondisi tersebut tidak terlepas dari latar belakang asal muasal terjadinya Danau Toba. Morfologi dataran diantara morfologi perbukitan di area kaldera Danau Toba juga memiliki potensi air yang sangat baik disamping tanahnya yang subur bersumber dari tanah pelapukan dari perbukitan sekitarnya. Hal inilah yang menyebabkan kawasan di sekitar Danau Toba sangat subur dan cocok untuk pertanian.
Perkebunan.
Selain subsektor tanaman pangan dan hortikultura, Kawasan Danau Toba juga memiliki potensi dari produksi subsektor perkebunan. Komoditi unggulan dari sub-sektor perkebunan di Kawasan Danau Toba adalah kopi, kemenyan, kemiri, kulit manis, cengkeh, kelapa sawit dan kakao. Tanaman perkebunan yang ada umumnya merupakan usaha yang dikelola secara swadaya oleh rakyat. Tanaman kopi merupakan tanaman perkebunan rakyat dengan luas tanam terluas dibanding dengan tanaman perkebunan lainnya di Kawasan Danau Toba. Kopi merupakan komoditas andalan tanaman perkebunan rakyat yang mempunyai prospek yang sangat baik sebagai salah satu objek untuk menarik wisatawan namun belum diasosiasikan dengan baik dengan kegiatan pariwisata (agro- tourism).
Peternakan.
Usaha peternakan di Kawasan Danau Toba umumnya dikelola dan diusahakan oleh masyarakat sebagai usaha rumah tangga. Kawasan peternakan biasanya tersebar di daerah pemukiman terutama di daerah perkampungan. Jenis ternak pada umumnya adalah babi, sapi, kerbau, kuda, kambing, dan domba. Sedangkan ternak unggas meliputi ayam dan itik. Jenis peternakan di Kawasan Danau Toba hampir sama di semua kabupaten, di mana babi merupakan ternak yang mendominasi di Kawasan Danau Toba, dengan produksi dagingnya sebesar 14.676,89 Ton (75,29%), disusul oleh sapi 1.684,87 Ton (8,64%) dan yang paling sedikit adalah daging kuda yaitu sebesar 48,10 Ton (0,25%).
Perikanan.
Potensi perikanan di Kawasan Danau Toba merupakan jenis perikanan budidaya. Usaha perikanan pada umumnya juga dikelola sebagai rumah tangga, baik sebagai kegiatan budidaya maupun kegiatan penangkapan ikan. Budidaya perikanan dilakukan di kolam, sawah, jaring apung, kolam air deras dan pembenihan, sedangkan usaha penangkapan dilakukan di danau, sungai dan rawa. Jenis ikan yang ada di Kawasan Danau Toba adalah Ikan pora-pora, Ikan Batak dan ikan Mas. Ikan Jurung/Ikan Batak (Lissochilus sumatranus, Labeobarbus soro) adalah Jenis ikan yang merupakan jenis ikan endemik yang keberadaannya saat ini hampir punah. Ikan Batak terdiri dari dua spesies yaitu: Lissochilus sumatranus dan Labeobarbus soro. Di perairan danau ini juga terdapat remis yang endemik yang dikenal namanya sebagai Remis Toba (Corbicula tobae).
Leave a Reply