Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto mengatakan papeda merupakan kuliner tertua dan sudah ada sejak masa prasejarah. Dasarnya adalah temuan gerabah dan alat batu tokok sagu di situs arkeologi di kawasan Danau Sentani.
Papeda dimasak menggunakan wadah gerabah dan tradisi gerabah di Papua sudah dikenal sejak masa prasejarah, sekitar 3000 tahun yang lalu. “Pengetahuan menggunakan gerabah dan teknologi pembuatan gerabah diperkenalkan oleh orang berbahasa Austronesia,” kata Hari kepada Tempo, Sabtu 4 September 2021.
Budaya gerabah mulai dikenal dari daerah pesisir utara Papua dan pulau-pulau di lepas pantai Papua. Dan pohon sagu hanya tumbuh di dataran rendah Papua. Sebab itu, budaya papeda di Papua hanya dikenal di daerah pesisir utara Papua, pesisir Kepala Burung Papua, dan pulau-pulau lepas pantai Papua. Papeda tidak dikenal di wilayah pegunungan Papua dan pesisir selatan Papua.
Pati sagu menjadi bahan utama pembuatan papeda. Sagu bersama pisang, keladi, kelapa, sukun, dan tebu menjadi bahan makanan pokok masyarakat Papua. Papeda merupakan sejenis bubur sagu. Terdapat dua jenis papeda, yaitu papeda panas dan papeda bungkus.
Papeda panas sepintas mirip bubur yang terbuat dari pati sagu diberi perasan air jeruk nipis, kemudian disiram dengan air mendidih. Papeda panas dinikmati dengan lauk ikan kuah kuning dan sayur tumisan daun pepaya.
Adapun papeda bungkus adalah papeda yang dibungkus daun fotofe atau forofe (sejenis daun pisang-pisangan). Cara membuat papeda bungkus adalah dengan mengambil papeda panas secukupnya kemudian dibungkus dalam daun fotofe. Diamkan beberapa saat hingga papeda dingin, kemudian baru dapat dinikmati.
sumber: tempo.co
Tinggalkan Balasan