Produksi, Distribusi dan Konsumsi Ulos

20 Aug 2023 7 min read No comments Budaya
Featured image

This post is also available in: English

Kawasan Danau Toba merupakan daerah asal etnis Batak Toba. Secara administratif Kawasan Danau Toba berada di Provinsi Sumatera Utara dan secara geografis terletak di antara koordinat 2°10’3°00’ Lintang Utara dan 98°24’ Bujur Timur. Kawasan Danau Toba mencakup bagian dari wilayah administrasi tujuh kabupaten yaitu Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hansudutan, Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Simalungun. Kawasan Danau Toba merupakan dataran tinggi, dengan mendiami dataran tinggi masyarakat Batak Toba membutuhkan ulos untuk
menghangatkan badan dari dinginnya cuaca, kondisi inilah yang mengawali keberadaan ulos pada masyarakat Batak Toba.
Kebutuhan akan keberadaan ulos yang berfungsi untuk menghangatkan badan membuat banyak masyarakat di kawasan Danau Toba yang menenun ulos. Menenun adalah suatu

pekerjaan  yang  banyak  dilakukan  oleh  perempuan.  Kegiatan  menenun  telah  menjadi  budaya dalam  menghasilkan  kain  tradisional  yang  telah  berkembang  hingga  saat  ini.  Dahulu masyarakat  Batak  Toba  menenun  menggunakan  alat  tradisional  dengan  mengambil  aktifitas bertenun di bawah rumah adat, seiring perkembangan zaman  aktifitas menenun secara tradisional  tetap  ada  namun  kini  alat  tenunnya  tenunnya  telah  berkembang  menggunakan  mesin sehingga mempermudah pekerjaan manusia dan proses produksi.

Hasil  tenunan  yang  menggunakan  mesin,  motifnya  hanya  satu  sisi  dan  permukaan kainnya  terlihat  polos.  Dengan  menggunakan  mesin  proses  produksi  lebih  cepat  dan  motif yang diproduksi banyak yang sama. Tenunan  yang dihasilkan menggunakan mesin harganya murah dan dapat dijangkau oleh konsumen. Sedangkan hasil tenunan menggunakan alat tradisional memiliki motif yang sama di kedua sisinya, baik luar maupun dalam dan benang tenunannya  pun  terkesan  timbul.  Pembuatan  ulos  dengan  alat  tenun  tradisional  memakan  waktu yang lama antara tiga minggu sampai satu bulan lebih, tergantung jenis ulos yang ditenun dimana  variasi  kesulitan  dan  pola  pengerjaannya  berbeda-beda.  Pengerjaan  ulos  secara  tradisional dapat menghasilkan berbagai motif yang bervariasi, motif baru bisa diciptakan sendiri dan hasilnya terlihat lebih detail.

Untuk  membuat ulos secara  tradisional  digunakan  sebuah  alat  tenunan  yang  disebut hapulotan.  Adapun  bahan  utama  alat  ini  adalah  kayu  balok  dan  papan.  Bagian-bagian  alat tenun  ini  adalah; pamapan yaitu  tempat  menggulung  dan  merentang  kain  di  bagian  depan, hapit yaitu  papan  pengapit  di  bagian  punggung  penenun  ulos, balobas yaitu  mistar  penahan benang, pargiunna yaitu  papan  di  bagian  ujung  bawah  dekat  penenun, hatuling yaitu  kayu penahan  depan pamapan.  Ditambah  alat-alat  penggulung  benang,  yaitu kelosan yaitu  alat yang  dapat  diputar-putar, hulhulan  yaitu  tempat  merentangkan  benang  melingkar  secara vertikal,  dan anian yaitu  tempat  merentangkan  benang  secara  menyilang  mendatar.  Bahan-bahan pembuatan ulos adalah benang katun, benang tese, serta benang seratus, yang biasa didatangkan dari kota seperti Pematang Siantar, Medan dan Jakarta. Beberapa penenun membuat  bahan  benang  secara  tradisional  dan  diwarnai  dengan  teknik  yang  dicelup,  dimana pewarnanya dibuat secara tradisional ataupun dengan pewarna modern.

Menurut  Baudrillard,  ciri  dari  masyarakat  konsumen  adalah  masyarakat  yang  didalamnya terjadi pergeseran logika konsumsi yaitu dari logika kebutuhan menjadi logika hasrat, masyarakat tidak mengonsumsi nilai guna produk melainkan nilai tanda (Suyatno 2013 : 107-110). Memberikan ulos (mangulosi) menjadi alasan tersendiri bagi masyarakat batak, dimana ulos menjadi media bagi masyarakat Batak Toba untuk menunjukkan kasih sayang dan berso-sialisasi. Sebagaimana Douglas dan Isherwood dalam Featherstone berpendapat, bahwa dalam masyarakat  saat  ini  barang-barang  digunakan  untuk  membangun  hubungan-hubungan  sosial (Featherstone,  1992:  14).  Ulos  sebagai  sarana  bersosialisasi  dapat  dilihat  pada  upacara  adat perkawinan, dimana prosesi pemberian ulos berada di akhir upacara adat. Seseorang akan bersosialisasi dengan orang lain atau kerabatnya sembari menunggu acara pemberian ulos kepada pengantin dilaksanakan. Dalam waktu menunggu tersebut mereka akan membahas mengenai berbagai  hal,  seperti  keluarga,  pekerjaan,  kampung  halaman,  adat  isiadat,  sambil  menikmati berbagai sajian makanan dan minuman yang disediakan oleh keluarga yang mengadakan pesta perkawinan.

Masyarakat hanya mengonsumsi citra  yang melekat pada barang tersebut (bukan lagi pada  kegunaannya)  sehingga  masyarakat  sebagai  konsumen  tidak  pernah  merasa  puas  dan akan memicu terjadinya  konsumsi secara terus menerus, karena kehidupan sehari-hari setiap individu  dapat  terlihat  dari  kegiatan  konsumsinya,  barang  dan  jasa  yang  dibeli  dan  dipakai oleh  setiap  individu,  yang  juga  didasarkan pada  citraan-citraan  yang  diberikan  dari  produk tersebut  (Murti,  2005:  38).  Ulos  menjadi  barang  yang  dikonsumsi  oleh  masyarakat,  dimana ulos tidak hanya sebagai sebuah tenun tradisional yang digunakan pada berbagai upacara adat.

Kini  ulos  menjadi  simbol  status  sosial  seseorang  di  tengah-tengah  masyarakat.  Status  sosial seseorang  akan  kelihatan  saat  menggunakan  sebuah  ulos,  apabila  seseorang  sudah  pernah mengawinkan  anak  laki-laki  dan  telah  bercucu  dari  anaknya  maka  orang  tersebut  akan menggunakan  ulos ragiidup dalam  upacara  adat,  dimana  statusnya  sudah  pada  tingkatan marpahoppu (kakek/nenek). Namun  kini  upaya  untuk  mengaktualisasikan  status  sosial  telah dilakukan  dengan  berbagai  cara  antara  lain  dengan  mengenakan  ulos  yang  cantik  dan  mahal harganya pada saat mengikuti upacara adat, seperti yang marak saat ini dengan menggunakan tenun Tarutung. Cara lain yang dilakukan yaitu dengan memberikan ulos yang cantik dan mahal  kepada  kerabat  yang  melaksanakan  upacara  adat,  sehingga  kerabat  luas  yang  melihat menilai orang tersebut berada pada kelas menengah atas.

Gaya hidup merupakan cara-cara terpola dalam menginvestasikan aspek-aspek tertentu kehidupan sehari-hari dengan nilai sosial atau simbolik; tetapi ini juga berarti bahwa gaya hidup  adalah  cara  bermain  identitas  (Chaney,  1996:  92).  Gaya  hidup  ini  dapat  dilihat  pada pelaksanaan pemberian  ulos pada berbagai daerah di kawasan Danau Toba, dimana awalnya pemberian  ulos  hanya  diberikan  oleh  kerabat  terdekat,  namun  kini  pemberi  ulos  juga  sudah kerabat luas. Hula-hula yang terdekat memberikan ulos kepada borunya yang melaksanakan upacara  adat,  seperti  orangtua  kepada  anak  perempuannya  atau  saudara  laki-laki  kepadasaudara perempuannya (itonya). Namun kini pemberian ulos telah dilakukan oleh unsur hula-hula luas kepada pihak boru yang melaksanakan upacara adat. Apabila salah satu marga menjadi hula-hula dalam  suatu  upacara  adat,  rombongan  marga  tersebut  akan  memberikan  ulos kepada pihak boru. Ulos yang diberikan disebut dengan ulos holong (ulos kasih). Pemberian ulos holong semakin marak dijumpai dalam kurun waktu dua puluh tahun terakhir. Pemberian ulos holong dapat  dilihat  pada  upacara  adat  perkawinan,  kematian  atau  upacara  penggalian tulang belulang orang yang telah meninggal (mangokkal holi).

Dari segi ekonomi ulos adalah sumber mata pencaharian masyarakat di kawasan  Danau Toba. Terdapat berbagai usaha berbasis ekonomi kerakyatan yang berasal dari ulos, diantaranya usaha tenun perorangan dan usaha tenun pabrikan serta pedagang yang membuka kios ulos.  Sebagian partonun (penenun) menjual  ulos  sendiri,  baik  secara  langsung  ke  pemesan maupun  secara  online,  namun  pada  umumnya  sebagian  besar partonun menjual  ulos  kepada pemasok  atau  tauke.  Harga  ulos  beragam  berkisar  Rp.  50.000,-  sampai  dengan  Rp. 5.000.000,-.  Dengan  demikian partonun mendapat  uang  tunai  dari  setiap  penjualan  ulosnya.

Usaha  ulos  merupakan  usaha  berskala  mikro  (rumah  tangga)  yang  dapat  meningkatkan  pendapatan  masyarakat.  Dengan  semakin  meningkatnya  konsumsi  masyarakat  akan  kebutuhan terhadap ulos kini telah banyak tumbuh penenun-penenun baru di kawasan Danau Toba. Pertumbuhan  ini  dilatar  belakangi  oleh  potensi  ekonomi  ulos  yang  dapat  menjadi  pendukung pendapatan utama masyarakat di kawasan Danau Toba, yaitu dari sektor agraris. Bahkan bagi sebagian masyarakat di kawasan Danau Toba menenun ulos telah menjadi mata pencaharian utama.

Penenun atau pedagang ulos telah memiliki pelanggan tetap, yang rutin menghubungi, datang  langsung  ke  rumah  atau  kios  untuk  melihat  dan  membeli  ulos.  Seseorang  dapat dikatakan  sebagai  pelanggan  apabila  orang  tersebut  mulai  membiasakan  diri  untuk  membeli produk atau jasa  yang ditawarkan oleh suatu perusahaan. Kebiasaan tersebut dapat dibangun melalui pembelian berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu, apabila jangka waktu tertentu tidak melakukan pembelian ulang maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pelanggan  tetapi  sebagai  seorang  pembeli  atau  konsumen  (Musanto,  2004:  128).  Pembeli  atau 7 pelanggan  ulos  berasal  dari  berbagai  daerah  di  Indonesia  seperti;  Pematang  Siantar,  Medan, Pekanbaru, Jakarta dan Surabaya. Pembeli biasanya memesan ulos untuk dipakai sendiri, sedangkan pelanggan biasanya adalah pemasok yang akan menjual kembali ulos tersebut.

Ulos  dapat  dikembangkan  sebagai  potensi  ekonomi  masyarakat  di  kawasan  Danau Toba. Kawasan Danau Toba saat ini merupakan destinasi wisata super prioritas yang ditetap-kan  Presiden  Republik  Indonesia.  Usaha  ulos  yang  masih  tradisional  dapat  dikembangkan menjadi  industri  pakaian  modern  yang  berkualitas.  Ulos  dapat  diproduksi  dengan  beragam desain  yang  menarik.  Ide  kreatif  dapat  menghasilkan  jas,  kemeja,  celana,  rok,  tas  dan berbagai  barang  lain  yang  berbahan  dasar  ulos  dengan  berbagai  ukuran  untuk  dipasarkan kepada wisatawan.

Seiring  dengan  produksi  ulos  yang  berkualitas  perlu  pula  dilakukan pengembangan kios  ulos.  Kios-kios  ulos  yang  telah  ada  di  berbagai  tempat  wisata  di  kawasan  Danau  Toba dapat  dikembangkan  menjadi  tempat  yang  bersih  dan  nyaman  serta  mempertunjukkan  ulos yang berkualitas. Dengan demikian pengunjung  yang datang dapat menjadi pelanggan. Adapun  cara  untuk  mempertahankan  pelanggan  adalah  memberikan  kepuasan  pelanggan  yang tinggi. Sehingga akan lebih sulit bagi saingan untuk menerobos halangan dengan menawarkan harga lebih murah atau rangsangan lain (Sunyoto, 2014: 233-234). Pelanggan adalah sumber pendapatan  dan  keuntungan,  pelanggan  yang  puas  bukan  saja  akan  kembali  lagi  melainkan akan  membawa  sahabat  atau  rekannya  yang  diharapkan  akan  menjadi  pelanggan-pelanggan baru. Pelanggan  yang merekomendasikan penenun atau pedagang ulos langganannya kepada sahabat  atau  rekannya  akan  terlebih  dahulu  berbagi  cerita  tentang  pengalaman  dan  kualitas ulos  dari  langganannya.  Dengan  demikian  sahabat  atau  rekannya  tidak  perlu  lagi  langsung datang ke penenun atau kios pedagang namun berkomunikasi dan bertransaksi melalui online.

Usahawan  tidak  cukup  hanya  dengan  mengejar  kepuasan  pelanggan  melainkan bagaimana bisa menjaga, peduli terhadap komplain pelanggan sekecil apapun dan dijaga agar tetap  menjadi  pelanggan  yang  setia  selama  bisnis  beroperasi  (Basrowi,  2011:  100).

Keberadaan  desa  wisata  di  kawasan  Danau  Toba  juga  merupakan  daya  tarik  tersendiri  bagi wisatawan.  Di  desa  wisata  wisatawan  dapat  melihat  langsung  proses  pembuatan  ulos  secara tradisional  dan  dapat  langsung  membeli  ulos  langsung  dari  penenun.  Penenun  juga  dapat langsung menerima saran tentang kualitas ulos yang ditenun dan pesanan motif ulos yang diinginkan konsumen. Pelayanan penenun dan pedagang yang ramah perlu ditingkatkan seiring dengan  pemberian  harga  ulos  yang  wajar  dan  terjangkau  untuk  peningkatan  sektor perdagangan  di  Kawasan  Danau  Toba.  Suasana  ini  memberikan  kesan  yang  baik  bagi wisatawan sehingga dapat menjadi strategi promosi yang efektif dalam menjaring wisatawan dari dalam dan manca negara.

 

Sumber: Harisan Boni Firmando

Author: Bang Ferry

Share:

Tinggalkan Balasan