Kabupaten Samosir, Sumatera Utara memiliki sekitar 47 desa wisata yang sedang dikembangkan.
“Memang dari semua desa wisata ini belum 100 persen bisa berjalan ya established bagus gitu. Masih banyak yang dalam proses,” kata Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir Dumosch Pandiangan saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/3/2021).
Sebagian besar desa wisata tersebut kini masih dalam tahap rintisan, walaupun beberapa memang sudah ada yang masuk dalam kategori Desa Wisata Mandiri.
Salah satunya adalah Desa Wisata Bagot di Parlondutan yang menawarkan aktivitas wisata kuliner mencicipi nira atau tuak khas Samosir.
Bukan lagi hit and run
Menurut Dumosch, pihaknya saat ini berusaha untuk benar-benar konsisten mengembangkan desa-desa wisata tersebut.
“Kita sistemnya enggak hit and run. Kalau dulu kan teman-teman di sini setelah ditetapkan jadi desa wisata, setelah ditetapkan enggak ada follow up,” terang Dumosch.
Mulai pertengahan tahun 2020 kemarin, Dumosch menegaskan pihaknya akan lebih fokus dan konsisten.
Baca juga:
- Gaya Umi Pipik Naik Jetski di Danau Toba Berbusana Syar’i-Pakai Cadar
- Mampu Pangkas Perjalanan Jadi 1,5 Jam, dari Medan ke Danau Toba Lewat Jalan Tol Baru Ini, Miliki Panjang 143,25 Km
- 5 Kali Isi Danau Toba Lenyap, Ilmuwan Teriak Tanda Kiamat
- Bali Disebut Tak Layak Dikunjungi Turis, Anggota DPR: Jadi Bahan Evaluasi
- Soroti Keindahan Alam Danau Toba di Aquabike Jetski World Championship 2024
Setelah sebuah desa ditetapkan jadi desa wisata, Dispar Kabupaten Samosir akan memastikan adanya minimal satu program atau kegiatan yang dilakukan secara rutin di desa tersebut agar makin berkembang.
Terkait hal itu, Dumosch juga akan bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) serta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves).
“Ditargetkan sih tahun ini harus ada program dari Kemenparekraf di objek karena itu sudah jadi prioritas di kawasan Destinasi Super Prioritas (DSP) Danau Toba,” imbuh Dumosch.
Salah satu desa wisata yang saat ini sudah masuk dalam kategori pengembangan oleh Kemenparekraf dan Kemenkomarves adalah Desa Hariara Pohan yang memiliki wisata Bukit Holbung.
“Kita harapkan akan ada kebijakan khusus di sana, contohnya pengembangan atau pembangunan toilet premium, sehingga layak. Sekarang ini kan toiletnya masih darurat,” imbuh Dumosch.
Kendala tempat wisata belum terintegrasi
Selain itu, masih ada pula beberapa kendala terkait belum adanya integrasi antara tempat wisata dengan pihak desa-desa wisata, termasuk pemerintah desa dan komunitas seperti Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).
“Objek yang ada sekarang itu, contohnya Pantai Sigurgur. Dia sudah mandiri tapi dia mengembangkan dirinya sendiri, belum terintegrasi dengan penduduk setempat, komunitas-komunitas yang ada di desa setempat,” jelas Dumosch.
Padahal, Dumosch melanjutkan, harapan dari berkembangnya tempat wisata adalah bisa juga memberi manfaat pada masyarakat sekitar. Bukan hanya pengelola atau pemilik tempat wisata.
Baca juga:
- Gaya Umi Pipik Naik Jetski di Danau Toba Berbusana Syar’i-Pakai Cadar
- Mampu Pangkas Perjalanan Jadi 1,5 Jam, dari Medan ke Danau Toba Lewat Jalan Tol Baru Ini, Miliki Panjang 143,25 Km
- 5 Kali Isi Danau Toba Lenyap, Ilmuwan Teriak Tanda Kiamat
- Bali Disebut Tak Layak Dikunjungi Turis, Anggota DPR: Jadi Bahan Evaluasi
- Soroti Keindahan Alam Danau Toba di Aquabike Jetski World Championship 2024
Menurut Dumosch, hingga kini masih banyak tempat wisata yang masih dikelola perorangan. Meski begitu, ada beberapa tempat wisata yang sudah dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) atau Pokdarwis.
“Ini yang sedang kita back up terus supaya mereka bisa mengembangkan. Karena mereka juga pasti punya keterbatasan. Kalau misalnya ada program atau kebijakan dari kementerian lembaga, kita juga pasti arahkan mereka ke titik itu,” sambung dia.
sumber: kompas.com
Tinggalkan Balasan