Memiliki banyak gunung berapi, Indonesia pun rawan terhadap bencana gunung meletus.
Berkali-kali Indonesia menghadapi bencana alam gunung meletus, yang terbaru terjadi pada Gunung Semeru yang menjadi duka bagi masyarakat Indonesia belakangan ini.
Bencana alam tersebut memakan belasan korban jiwa, puluhan terluka, dan ribuan orang harus mengungsi.
Dalam sejarah bencana alam gunung meletus di Indonesia, ada sebuah peristiwa dahsyat dengan dampak yang luar biasa.
Peristiwa tersebut bahkan sempat membuat waktu di Bumi seolah berhenti selama enam tahun.
Itu adalah peristiwa meletusnya gunung toba, yang kemudian melahirkan Danau Toba di Sumatera Utara yang kita kenal saat ini.
Akibat tragedi itu, migrasi manusia terhambat, begitu pula dengan populasi manusia yang stagnan.
Seperti apa dahsyatnya letusan gunung Toba dan bagaimana tragedi itu bisa terjadi?
Melansir artikel berjudul “Di Balik Elok Danau Toba” yang ditulis oleh Ahmad Arif di kompas.com, Danau Toba sejatinya merupakan kaldera gunung api raksasa yang pernah meletus hebat sehingga mengubah iklim dunia dan nyaris menamatkan umat manusia.
Rupanya, di balik keindahan Danau Toba yang menghampar di Sumatera Utara, yang kini banyak menarik wisatawan itu, sebuah daya rusak yang mahadahsyat tersembunyi.
Sekitar 74.000 tahun lalu, Gunung Toba meletus hebat (supereruption), mengirim awan panas raksasa yang menutup nyaris seluruh ujung timur hingga barat Pulau Sumatera.
Jutaan kubik abu dimuntahkan, menutupi Lautan Hindia hingga Laut Arab dan sebagian Samudera Pasifik.
Aerosol asam sulfat yang dilepaskan kemudian menyebar luas ke atmosfir dan menutupi bumi hingga mencipta kegelapan total selama enam tahun.
Ketika itu, suhu bumi mendingin hingga 5 derajat Celsius. Musim dingin global tercipta dari letusan gunung api (volcanic winter).
Fotosintesis pun terhenti. Tumbuhan sekarat, hewan buruan menipis.
Dengan kondisi lingkungan seperti itu, homo sapiens, nenek moyang manusia modern, berada di titik nadir. Di antara mereka hanya bertahan sekitar 3.000 jiwa.
Sementara itu, migrasi manusia terhenti dan mereka terisolasi di Afrika, seperti yang terekam dalam kemiripan genetika manusia modern di seluruh penjuru dunia.
Periode ini dikenal sebagai kemacetan populasi manusia modern atau population bottlenecks.
Berada di level tertinggi letusan gunung api, yaitu skala 8 volcanic eruption index (VEI), Toba adalah gunung api super (supervolcano), yang letusannya menjadi yang terkuat dalam dua juta tahun terakhir.
Meski kini penelitian tentang letusan gunung api telah berkembang jauh, tetapi beberapa pertanyaan dasar tentang supervolcano, seperti Toba, tetap sulit dijawab.
Maka, Toba yang terbentuk dari kombinasi proses vulkano-tektonik sesungguhnya merupakan gudang ilmu geologi dan vulkanologi sekaligus, yang menantang untuk ditelisik lebih jauh.
Dengan dampak letusannya yang pernah mendinginkan suhu bumi, Toba pun menyedot perhatian para ahli iklim dunia.
Ia pun menarik para antropolog, arkeolog, dan ahli genetika terkait dampaknya terhadap perkembangan dan migrasi manusia modern.
Begitulah Toba yang menampilkan ironi tentang pemandangan yang indah, dengan sumber air dan kehidupan, namun sekaligus menyimpan riwayat bencana yang begitu dahsyat.
sumber: https://intisari.grid.id
Tinggalkan Balasan