Benteng Van Den Bosch atau Benteng Pendem Ngawi adalah salah satu situs bersejarah peninggalan kolonial Belanda yang terletak di Provinsi Jawa Timur.
Benteng ini dibangun pada tahun 1839 oleh Gubernur Jenderal Van Den Bosch yang menguasai Ngawi kala itu.
Melansir laman resmi Desa Bintoyo, Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi, benteng ini juga disebut Benteng Pendem karena sengaja dibangun lebih rendah dari tanah di sekitarnya, sehingga nampak terpendam.
Pembangunannya memanfaatkan keberadaan aliran sungai Bengawan Solo dan Bengawan Madiun.
Daerah Ngawi dikenal sebagai pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur saat itu. Ngawi juga sempat menjadi pusat pertahanan Belanda di Madiun dan sekitarnya.
Oleh karena itu, Benteng Pendem dibangun sebagai zona pertahanan Belanda untuk melumpuhkan transportasi logistik para pasukan Pangeran Diponegoro.
Benteng ini berdiri di kawasan seluas 15 hektar dengan 5 hektar merupakan bangunan ini. Dulunya, Benteng Pendem dihuni oleh 250 tentara Belanda dan 60 kavaleri.
Di sebelah selatan benteng terdapat dua buah sumur sedalam 100-200 meter yang dipercaya digunakan oleh Belanda untuk membuang jenazah korban tahanan dan pekerja rodi.
Sementara itu, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur Andi Muhammad Said berpendapat bahwa Benteng Pendem merupakan bukti nyata keinginan Pemerintah Belanda untuk menguasai Indonesia secara utuh.
Benteng Pendem Ngawi juga menyimpan bukti nyata kecanggihan drainase yang diterapkan oleh Belanda.
“Sampai bagaimana mengatur drainase di Benteng Pendem karena kita tahu cara Belanda mengatur itu sendiri sangat jelas,” katanya dalam Press Tour Pembangunan Infrastruktur di Wilayah Jawa Timur, Kamis (27/7/2022).
Drainase yang diterapkan di Benteng Pendem telah mengatur pembuangan air yang sifatnya limbah dan cara memanfaatkan air yang sifatnya bukan limbah.
Apabila dilihat secara langsung, Benteng Pendem Ngawi memiliki beberapa jenis bentuk drainase.
Baca juga: Benteng Pendem Ngawi Berpotensi Jadi Lokasi Konser
Misalnya, drainase air limbah yang pasti dibuang langsung ke sungai dengan tujuan agar air tidak beredar di sekitar benteng.
“Drainase juga dibuat supaya air yang ada di benteng tidak menggenang, jadi selalu kering tempatnya,” papar Said.
Terdapat belasan bangunan di Benteng Pendem Ngawi di mana masing-masingnya memiliki drainase sendiri yang menyatu ke drainase besar atau dome.
Menurut Said hal ini dikarenakan Pemerintah Belanda sangat perhatian dengan air, dipicu oleh kondisi negaranya yang sebagian besar adalah laut.
“Ada dome langsung keluar, ada yang masuk ke parit keliling, itu berbeda fungsinya. Jadi Belanda sangat concern kepada air jadi perlu dipersiapkan bagaimana mengatur air agar tidak mengganggu kehidupan mereka saat itu,” tambah Said.
Saat ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) lewat Balai Prasarana Permukiman Wilayah Jawa Timur bersama BPCB Jawa Timur tengah merekonstruksi Benteng Pendem agar tidak semakin rusak.
Progres rekonstruksi telah mencapai hampir 93 persen dan ditargetkan rampung pada Januari 2023.
PT Nindya Karya (Persero) Tbk selaku kontraktor pelaksana proyek senilai Rp 113,7 miliar tersebut tengah menyelesaikan pembangunan toilet umum, lanskap, pedestrian hingga finishing.
sumber: kompas.com
Tinggalkan Balasan