Bukit Lawang merupakan salah satu tempat wisata yang terdapat di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Sumatera Utara.
Ada banyak aktivitas wisata yang ditawarkan. Mulai dari berkemah, mengarungi sungai, menjelajah gua, menikmati kuliner lokal, hingga trekking.
Kompas.com berkesempatan mencoba trekking di Bukit Lawang hingga masuk ke TNGL pada Sabtu (24/9/2022).
Kegiatan itu dilakukan dalam rangka Familiarization Trip Ekowisata oleh DESMA Center, proyek pembangunan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Bersama para travel agent, peserta mulai menjejaki rute trekking Bukit Lawang yang tidak terlalu ekstrem.
Jalan menanjak sepanjang 200-300 meter menjadi jalur awal yang dilewati. Jalan mulanya berupa tangga hingga perlahan berganti jalan licin bebatuan.
Pemandu menyarankan rombongan memakai sepatu selama trekking. Meski rutenya tidak terlalu panjang, sepatu dinilai lebih aman dijadikan alas kaki selama menyusuri hutan ini.
Benar saja. Saat menggunakan sandal, Kompas.com harus ekstra hati-hati karena cukup banyak jalur licin yang harus dilewati.
Bonus ketemu orangutan dan Thomas’s Leaf Monkey
Tak jauh dari garis awal trekking, kami berhenti sejenak di perkebunan warga karena melihat kehadiran orangutan di atas pohon. Bertemu satwa ini merupakan bonus.
Keberadaan satwa liar di kawasan TNGL memang sudah menjadi hal umum. Namun, bukan berarti mereka bisa selalu ditemukan saat trekking.
“Kalau mereka betul-betul liar, sulit (ditemukan). Kesempatannya tidak terlalu besar,” kata pemandu trekking di TNGL Muhammad Abdillah Desviardo Pinem atau Ardo.
Pemandu trekking bernama Ardo menyarankan kami untuk menjaga jarak dengan satwa liar tersebut. Ia juga mengingatkan untuk tidak membuat suara bising untuk menjaga kenyamanan orangutan.
Kompas.com berusaha memotret satwa liar ini. Sayangnya, sangat sulit mendapatkan gambar orangutan karena pohon yang dinaikinya cukup tinggi. Sebagian badannya pun tertutupi dedaunan.
Usai melihat orangutan sekitar 10 menit, perjalanan berlanjut. Jalur selanjutnya relatif mendatar. Terkadang. jalannya licin dan bebatuan, sebagian jalannya kering sehingga aman dilewati.
Terus berjalan sekitar satu jam, kami tiba di pintu masuk TNGL, perbatasan antara Bukit Lawang dan hutan.
Lintasan trekking tidak jauh berbeda. Jalannya lumayan licin karena hujan semalaman dan banyak bebatuan.
Melanjutkan perjalan di TNGL, kami kembali menemukan satwa liar. Kali ini, hewan endemik Sumatera yakni Thomas’s Leaf Monkey.
Seperti namanya, makanan utama monyet ini adalah daun. Ardo menuturkan, setidaknya 75 persen dari total makanannya merupakan daun. Sisanya berupa biji, buah, dan sarang semut atau serangga sebagai asupan protein.
Jumlah monyet ini cukup banyak dan mudah ditemui di TNGL. Saat di Bukit Lawang, Kompas.com bahkan sempat menemukan monyet ini di restoran.
Mengamati monyet yang asyik memakan daun ini menjadi akhir perjalanan di Bukit Lawang dan hutan TNGL.
Selama perjalanan pulang, kami kembali melihat orangutan di atas pohon dan mengamatinya sebentar, sebelum lanjut berjalan pulang.
sumber: kompas.com
Tinggalkan Balasan