8 Museum Tertua di Indonesia, Sebagian Berada di Gedung Kuno Peninggalan Belanda

21 May 2021 7 min read No comments Warisan

Direktorat Jenderal Kebudayaan mencatat, di Indonesia terdapat 428 museum. Selain banyaknya museum yang berdiri di Indonesia, beberapa di antaranya terdapat museum tertua dan menyimpan banyak sejarah di dalamnya.

Bangunan kuno sebagai tempat kebanyakan museum tersebut memang sengaja diciptakan demi melestarikan dan mengingat peristiwa dan artefak lama. Ide untuk membangun museum sendiri, dimulai sekitar 2.500 tahun yang lalu. Berikut beberapa museum tertua yang diolah dari berbagai sumber.

  1. Museum Wayang

Museum wayang dibangun pertama kali pada tahun 1640, berlokasi di Jalan Pintu Besar Utara Nomor 27, Jakarta Barat, museum yang memiliki gedung yang tampak unik dan menarik ini, telah mengalami perombakan.

Awalnya museum ini bernama De Oude Hollandsche Kerk artinya Gereja Lama Belanda. Namun, karena mengalami perbaikan pada tahun 1732 maka berganti nama menjadi De Nieuwe Hollandse Kerk artinya Gereja Baru Belanda. Nama tersebut bertahan hingga tahun 1808 dan gedung tersebut hancur oleh gempa bumi pada tahun yang sama.

Di atas tanah bekas reruntuhan inilah dibangun gedung museum wayang dan diresmikan pemakaiannya sebagai museum pada 13 Agustus 1975. Kini Museum Wayang memiliki sekitar 5.147 koleksi wayang yang berasal dari sejumlah daerah di tanah air seperti Sunda, Jawa, Bali, Lombok dan Sumatera. Ada pula wayang mancanegara seperti dari Malaysia, Suriname, Perancis, Kamboja, India, Amerika, Inggris, Thailand, dan Vietnam. Bentuknya sangat beragam baik bentuk maupun coraknya.

  1. Museum Fatahilah Museum Fatahillah menempati dua gedung panjang di area Kota Tua Batavia dimana dulunya adalah Gedung Balaikota.

Gedung tersebut dibangun tahun 1707 atas perintah Gubernur Jenderal Joanvan Hoon dan baru selesai tahun 1712. Setelah mengalami beberapa perubahan fungsi, gedung ini ditetapkan sebagai Museum Sejarah Jakarta pada 30 Maret 1974.

Museum Fatahilah juga dikenal sebagai Musem Sejarah Jakarta. Museum ini terletak di pusat Fatahillah Square di Jalan Pintu Besar Utara 27, selain itu juga ada dua museum lainnya di alun-alun ini.

Ketika mendatangi Museum Fatahilah, pengunjung dapat menelursuri jejak sejarah Jakarta dari masa

prasejarah hingga berdirinya kota Jayakarta tahun 1527. Selain itu ada pula rangkaian sejarah dari masa Kemerdekaan Indonesia pada 1945. Museum Fatahillah Jakarta saat ini menyimpan sekira 25.000 benda koleksi mulai dari masa prasejarah hingga koleksi abad ini.

  1. Museum Benteng Vredeburg

Gedung hasil peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang pertama dibangun pada tahun 1760. Sejak berdiri, dedung ini telah mengalami berbagai perubahan fungsi. Sebelum dijadikan museum, gedung tersebut merupakan sebuah benteng.

Bangunan ini didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I atas permintaan dari Belanda. Semula bangunan bersejarah ini digunakan untuk menjaga keamanan keraton dan sekitarnya. Namun Belanda memiliki maksud tersembunyi, yaitu ingin mengontrol segala pergerakan yang terjadi di dalam keraton.

Pada tanggal 16 April 1985 dipugar menjadi Museum Perjuangan dan dibuka untuk umum pada tahun 1987. Kemudian pada tanggal 23 November 1992 resmi menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Yogyakarta.

Bangunan bekas Benteng Vredeburg dipugar dan dilestarikan. Dalam pemugaran pada bentuk luar masih tetap dipertahankan, sedang pada bentuk bagian dalamnya dipugar dan disesuaikan dengan fungsinya yang baru sebagai ruang museum.

Pengunjung dapat melihat interior benteng di dalamnya. Selain itu, ada pula diorama, foto, lukisan, dan peralatan-peralatan rumah tangga zaman Belanda.

  1. Museum Nasional Republik Indonesia

Awalnya bangunan museum Nasional Republik Indonesia didirikan oleh sekelompok intelektual Belanda mendirikan lembaga ilmiah dengan nama Bataviaasch van Kunsten en Genotschap Wetenschappen atau Batavia Society for Seni dan Ilmu Pengetahuan pada tanggal 24 April 1778.

Salah seorang pendiri lembaga tersebut yaitu JCM Radermacher, ia menyumbangkan sebuah rumah miliknya di jalan Kalibesar, yang pada masa itu merupakan kawasan perdagangan penting di Batavia. Ia pun menyumbangkan koleksinya berupa benda-benda budaya dan buku-buku. Sumbangan Radermacher inilah yang menjadi cikal-bakal berdirinya museum dan perpustakaan.

Museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara ini diresmikan pada tahun 1868 oleh Persatuan Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Batavia, tapi secara institusi Museum ini lahir pada tahun 1778, saat pembentukan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen oleh pemerintah Belanda, saat ini disebut Lembaga Kebudayaan Indonesia.

Saat ini Museum Nasional lebih dikenal sebagai Museum Gajah semenjak patung gajah yang dihadirkan oleh Raja Chulalongkorn dari Thailand pada 1871 berdiri di depan museum. Tetapi pada 28 Mei 1979, namanya resmi menjadi Museum Nasional Republik Indonesia.

Hingga saat ini Museum nasional menyimpan 160.000an benda-benda bernilai sejarah yang terdiri dari 7 jenis koleksi Prasejarah, mulai dari Arkeologi masa Klasik atau Hindu – Budha, Numismatik dan Heraldik, Keramik, Etnografi, Geografi dan Sejarah.

Kompleks Museum Nasional dibangun di atas tanah seluas 26.500 meter persegi dan hingga saat ini mempunyai 2 gedung. Gedung A digunakan untuk ruang pamer serta penyimpanan koleksi. Sedangkan Gedung B, dikenal pula dengan sebutan Gedung Arca, yang dibuka secara resmi pada tanggal 20 Juni 2007 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selain digunakan untuk pameran juga digunakan untuk kantor, ruang konferensi, laboratorium dan perpustakaan.

  1. Museum Taman Prasasti

Pada mulanya Museum Taman Prasasti yang letaknya ada di Jalan Tanah Abang Nomor 1, Jakarta Pusat tersebut merupakan sebuah area pemakaman umum yang bernama Kebon Jahe Kober dengan luas 5,5 hektar dan juga dibangun pada tahun 1795 untuk bisa menggantikan kuburan yang lainnya dimana ada di samping Gereja Nieuw Hollandsche Kerk, dan sekarang ini berubah nama menjadi Museum Wayang yang memang sudah penuh.

Makam baru tersebut memiliki koleksi nisan dari tahun yang sebelumnya karena memang sebagian besar dipindahkan dari pemakanan lain yaitu Nieuw Hollandse Kerk di awal abad 19. Untuk nisan yang dipindahkan sendiri ditandai dengan sebuah tulisan HK atau singkatan atau inisial dari Hollandsche.

Pada tanggal 9 Juli tahun 1977, pemakaman Kebon Jahe Kober ini sendiri dijadikan sebagai sebuah museum, yang kemudian dibuka untuk umum dengan beberapa koleksi prasasti.

Kemudian nisan dan juga makam dengan jumlah 1.372 terbuat dari batu alam, marmer serta perunggu. Dikarenakan perkembangan kota yang semakin pesat, maka luas dari museum ini sendiri menyusut hingga hanya mencapai 1,3 hektar saja.

  1. Museum Bank Indonesia

Terletak di Jl. Pintu Besar Utara No. 3 Jakarta Barat, Gedung ini dibangun pertama kali tahun 1828, hasil peninggalan De Javasche Bank pada masa penjajahan Belanda.

Museum ini awalnya merupakan sebuah rumah sakit Binnen Hospitaal, lalu kemudian digunakan menjadi sebuah bank yaitu De Javashe Bank (DJB) pada tahun 1828. Lalu setelah kemerdekaan yaitu pada tahun 1953, bank ini di-nasionalisasikan menjadi bank sentral Indonesia atau Bank Indonesia.

Tapi tidak lama, yaitu tahun 1962, Bank Indonesia pindah ke gedung yang baru. Gedung ini dibiarkan kosong, namun dewan gubernur BI menghargai nilai sejarah yang tinggi atas gedung tersebut, sehingga memanfaatkan dan melestarikannya menjadi Museum Bank Indonesia. Museum ini diresmikan pada 15 Desember 2006 oleh gubernur BI, Burhanuddin Abdullah.

Pemerintah telah menetapkan bangunan tersebut sebagai bangunan cagar budaya sesuai SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.475 tahun 1993.

Guna menunjang pengembangan kawasan Kota Tua sebagai tujuan wisata di DKI Jakarta, maka sangat tepat apabila gedung BI Kota yang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh pemerintah, dimanfaatkan menjadi Museum Bank Indonesia.

  1. Museum Seni Rupa dan Keramik

Gedung ini didirikan antara tahun 1866-1870, namun baru diresmikan sebagai museum yaitu pada tahun 1976 oleh Presiden Soeharto saat itu. Awalnya gedung ini dibangun sebagai Lembaga Peradilan tertinggi Belanda atau Raad van Justitie. kemudian pada masa pendudukan Jepang dan perjuangan kemerdekaan Indonesia gedung ini dijadikan sebagai asrama militer. Selanjutnya pada tahun 1967 digunakan sebagai Kantor Walikota Jakarta.

Dilansir dari laman resmi, pada tahun 1968 hingga 1975 gedung ini pernah digunakan sebagai Kantor Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta. Pada tanggal 20 Agustus 1976 diresmikan sebagai Gedung Balai Seni Rupa oleh Presiden Soeharto. Dan di gedung ini pula terdapat Museum Keramik yang diresmikan oleh Bapak Ali Sadikin yaitu Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 10 Juni 1977. Kemudian pada tahun 1990 sampai sekarang menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik.

Berlokasi di kawasan Kota Tua Batavia tepatnya di seberang Museum Sejarah Jakarta dapat ditemukan Museum Seni Rupa dan Keramik yang merupakan pusat pelestarian seni rupa bertaraf internasional.

Museum ini memiliki 500-an karya seni rupa terdiri dari berbagai bahan dan teknik yang berbeda seperti patung, totem kayu, grafis, sketsa, dan batik lukis. Koleksi Keramik di museum ini jumlahnya cukup banyak, terdiri dari keramik lokal dan keramik asing. Keramik lokal berasal dari sentra industri daerah antara lain Aceh, Medan, Palembang, Lampung, Jakarta, Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Malang, Bali, Lombok dan lain-lain.

  1. Museum Mulawarman

Museum Mulawarman yang mengadopsi arsitektur tradisional suku Dayak di Kutai ini, terletak di Tenggarong, sekitar 45 Km dari Samarinda dan sekitar 110 Km dari Balikpapan. Museum ini diresmikan pada tanggal 25 Nopember 1971 oleh Gubernur Kalimantan Timur yaitu Bapak HA Wahab Syahranie. Kemudian diseraahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 18 Februari 1976.

Pemakaian nama Mulawarman sendiri, untuk mengabdikan seorang raja Kutai Martadipura yang terkenal arif dan bijaksana. Museum Negeri Propinsi Kalimantan timur “Mulawarman” merupakan objek wisata budaya yang bermuatan Ilmu Pengeetahuan dan Sejarah Kerajaan Kutai Kartenegara. Lokasi Museum Mulawarman berada ditengah kota Tenggarong, dari Balikpapan dapat di tempuh melalui jalur darat dan sungai dengan waktu tempuh sekitar satu jam.

Ciri khas Museum Mulawarman pada halaman depan museum terdapat duplikat Lembu Suana yang merupakan lambing Kerajaan Kutai Kartenegara dan kolam berbentuk naga yang merupakan lambing perjalanan hidup dan penjaga alam semesta yang telah menjadi bagian dari mitos masyarakat Kutai.

Koleksi-koleksi dalam museum ini meliputi perhiasan Kerajaan Kutai, keramik dari periode Hindu dan Islam tua tombak, gamelan, tahta, dunia menyapu meriam, dan koleksi dari Sultan Bulungan, Sultan Pasir, Sultan Sambaliung, dan Sultan Gunung Tabur.

sumber: tempo.co

Author: Green Gorga

Tinggalkan Balasan