Oleh-oleh Fashion dari Yogyakarta Bukan Cuma Kaos, Batik Tulis, dan Batik Lukis

29 Dec 2021 2 min read No comments Tips Wisata

Kunjungan wisatawan tak pernah putus ke Yogyakarta. Bahkan di masa pandemi, industri kreatif di Yogyakarta tetap menggeliat, termasuk di bidang fashion.

Jika dulu oleh-oleh fashion dari Yogyakarta masih terpaku pada merek-merek tertentu, seperti Dagadu untuk kaos, batik tulis dari Imogiri, atau batik lukis dari Taman Sari, kini terbuka peluang bagi bermacam-macam brand fashion lokal berkibar. Besarnya peluang industri kreatif di Yogyakarta sebagai kota pariwisata dirasakan oleh pelaku usaha mikro, kecil, menengah atau UMKM, Sutardi.

Pria 37 tahun ini membuat brand fashion lokal Yogyakarta bernama Farah Button. Sutardi menerapkan jurus khusus agar produknya bisa bersaing dengan merek lainnya. “Konsumen ternyata lebih suka dengan barang yang tidak pasaran karena berbeda,” kata Sutardi pada Senin, 27 Desember 2021.

Dengan begitu, menurut dia, saat mengikuti dan berjualan di pameran, dia menawarkan produk yang sama sekali berbeda dengan barang dagangan dari toko lain. Semua produk Sutardi dibuat sendiri. Mulai dari kaos sampai gaun. Dia menyasar anak muda dan tidak melalui distributor alias langsung dijual ke konsumen. Dalam dua tahun terakhir, dia menghasilkan lebih dari 10 ribu potong pakaian berbagai model setiap bulannya.

Soal pemasaran, sejak 2015, Sutardi bersama istrinya, Farah Milayati Dyah Irawan, 29 tahun, aktif mengikuti berbagai pameran di pusat perbelanjaan dan berjualan lewat daring. Mereka awalnya memanfaatkan pameran di mall karena di sana banyak pengunjung. Lokasi pameran, menurut dia, sangat menentukan omzet yang didapat. Namun demikian, besar kecilnya ruang pameran tak mempengaruhi target penjualan.

Sutardi, 37 tahun, pendiri brand fashion lokal, Farah Button dari Yogyakarta. Dok. Istimewa

 

Omzet tertinggi yang pernah diraih justru ketika pameran di Galleria Mall, sebuah pusat perbelanjaan tertua di Yogyakarta yang terletak di pusat kota. Saat itu jatah stan pameran produk Sutardi hanya 2 x 2,5 meter. “Tapi di Galleria Mall itu, omzet kami sepekan bisa tembus Rp 90 juta,” kata Sutardi.

Setelah bisnisnya mulai menanjak, Sutardi membangun gerai pertama di Kledokan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, mulai 2017, sembari terus meniti jualan online. Kini, dia punya delapan outlet Farah Button di mall-mall besar DI Yogyakarta hingga Jakarta.

Bagi pengusaha muda, Sutardi berpesan, jangan takut terjun ke industri kreatif karena pasarnya selalu ada. Meski bisa membangun pabrik sendiri, Sutardi memilih menggandeng banyak penjahit untuk memproduksi koleksinya. “Kami hanya mendesain kemudian bekerja sama dengan banyak penjahit di Yogyakarta,” katanya. “Kalau kami membuat pabrik sendiri, para penjahit itu akan kehilangan penghasilan.”

Sutardi memberikan acuan omzet yang berbeda di setiap mall tempat galerinya berada, tergantung kedekatan akses dengan wisatawan. Malioboro Mall misalkan yang selalu padat wisatawan dan terletak di tengah Kota Yogyakarta, maka minimal omzetnya Rp 300 juta. Di Ambarrukmo Plaza, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, target omzet minimal Rp 200 juta. Total omzet usaha modenya saat ini mencapai lebih dari Rp 600 juta per bulan.

 

sumber: tempo.co

Author: Green Gorga

Tinggalkan Balasan