Rumah Adat Batak Toba, Fungsi dan Status Sosial

18 Aug 2023 5 min read No comments Budaya
Featured image

Selain memiliki keberagaman budaya, Sumatera Utara (Sumut) juga memiliki keberagaman ciri khas rumah adat. Umumnya rumah ada di Sumut dibangun sesuai dengan kondisi geografis dari masing – masing hunian kelompok suku. Bangun tersebut juga dikaitkan dengan fungsi adat dan budaya yang dimiliki masing – masing suku.
Rumah adat simbol jati diri masing-masing suku bangsa karena memiliki makna dan tujuan yang sangat filosofis. Ini gambaran bahwa masyarakat Indonesia sudah memahami keselarasan hunian dengan kondisi lingkungan serta kehidupan yang berkelanjutan.

Demikian juga dengan masyarakat batak toba yang umumnya bermukim di kawasan Danau Toba. Masyarakat menyebut rumah ini sebagai Sibaganding Tua yang merupakan sebuah makhluk berwujud seperti seekor ular. Bagi orang yang bernasib mujur, bias saja baganding tua datang ke rumahnya dan pasti membawa rejeki yang melimpah ruah. Ini artinya bila rumah itu memiliki baganding tua, maka pemilikinya akan memperoleh rejeki yang besar.

Direktur Batakologi Universitas HKBP Nommensen (UHN), Manguji Nababan menuturkan bahwa rumah batak toba dibangun sesuai dengan kebutuhan budaya dan berdasar pada nilai spiritualitas yang tinggi. Rumah secara umum menggambarkan kehidupan dan doa masyarakat batak toba. Contoh, filosofis pada atap rumah. Atap rumah yang disebut rait di bagian belakang selalu lebih tingi dari yang di bagian depan.

Hal ini mencerminkan sebuah doa dan harapan bahwa kehidupan generasi selanjutnya atau keturunan dari pemilik rumah harus lebih tinggi dan lebih baik dari orang tua maupun leluhur. Atap rumah yang berbentuk seperti tangan menyembah sebagai simbol keyakinan bahwa tempat bermohon adalah Tuhan Yang Maha Esa.

Rumah adat ini masih banyak ditemukan di sejumlah perkampungan batak toba di kawasan Danau Toba. Umumnya rumah akan berdiri kokoh dan berjejer di perkampungan kelompok masyarakat yang disebut huta, lumban, maupun sosor. Rumah Batak tersebut umumnya sudah berusia ratusan tahun. Sebab, masih banyak yang merupakan peninggalan leluhur batak toba dan dihuni secara turun-temurun oleh keturunannya, atau masyarakat yang masuk dalam komunitas marga di kawasan tersebut.

Rumah batak toba yang juga disebut dengan istilah jabu tempat yang dibangun dengan berbagai pesan-pesan kehidupan. Simbol dari pesan tersebut dijadikan sebagai corak yang diilustrasikan dalam ornament yang melekat pada bagian-bagian tertentu di rumah adat Batak Toba.

Manguji Nababan memaparkan bahwa rumah Batak Toba terdiri atas dua bagian, yaitu rumah dan sopo. Rumah dan sopo berdiri berhadapan. Bangunan rumah maupun sopo masing-masing mempunyai tiga bidang. Bagian bawah disebut bara, berfungsi sebagai tempat ternak. Bagian tengah berlantai papan tanpa kamar,sebagai tempat manusia atau penghuni. Bagian atas dinamai bonggar yang sebagian berlantai papan, fungsinya sebagai tempat menyimpan alat spiritual keluarga seperti gondang, kerangka jenazah, dan berbagai kebutuhan spiritual lainnya.

“Rumah ada Batak Toba secara filosofis sudah menyiratkan gambaran spiritual Batak. Sebab, dalam kaitannya dengan kosmologi, bagian bawah disamakan dengan banua toru atau dasar. Bagian tengah banua tonga atau tempat kehidupan manusia serta bagian atas adalah banua ginjang atau surga,”
paparnya.

Secara keseluruhan dari bagian rumah adat Batak Toba ini disebut sebagai jabu na marampang na marjual. Ampang dan Jual adalah tempat mengukur padi atau biji-bijian seperti beras dan kacang. Karena itu, rumah adat memiliki aturan hukum, kriteria, serta batas batas tertentu yang terukur.

Ketua Forum Pecinta Aksara Batak ini memaparkan, rumah batak toba tidak terlepas dari keberadan tangga. Tangga dan pintunya dibagi menjadi dua bagian yaitu, rumah Batak Si Tolumbea dan rumah Batak Si Baba Ni Amporik. Rumah sitolumbea merupakan rumah yang pintu dan tangganya terletak di depan rumah. Sementara Rumah sibaba ni amporik merupakan rumah yang tangganya dari bawah dan pintunya di dalam rumah.

“Keduanya harus masuk dengan menundukkan kepala, sebab itu filosofisnya setiap orang yang masuk rumah harus menunjukkan rasa hormat. Selain itu, seseorang yang datang bertamu harus menunjukkan etika dan sopan santun yang menghormati tuan rumah,” jelasnya.

Sementara pada beberapa bagian dinding rumah batak toba biasanya dihiasi dengan sejumlah ukiran atau lukisan yang disebut gorga. Namun tidak semua rumah batak boleh menggunakan gorga. Sebab pembuatan gorga diwaktu lampau menyangkut nilai spiritual dan kepribadian masyarakat. Selain itu pembuatan gorga ataupun corak umumnya dilakukan setelah bertanya pada penetua adat apakah pantas menggunakan gorga atau tidak. “Karena gorga juga menyiratkan kehidupan pemilik rumah. Selain itu gorga juga umumnya diwarnai dengan darah,” katanya.

Jumlah tangga menunjukkan status sosial pemilik rumah, ganjil untuk keturunan raja. Sementara tangga yang genap untuk para pekerja atau budak yang disebut hatoban. Hal menarik lainnya yang dijelaskan Manguji tentang keberadaan penghuni dalam rumah. Sebab, zaman dahulu, karena susah dan mahalnya untuk mendirikan rumah, orang Batak mendirikan rumah secara kongsi atau rumah bersama antara abang dan adik. Rumah itu disebut bagas ripe-ripe. Sebelum mendirikan, mereka terlebih dahulu bermusyawarah menentukan dan memutuskan pembagian rumah.

Rumah Batak Toba berbentuk hall, tidak memiliki sekat antar ruang. Rumah dibagi atas jabu bona, jabu soding, jabu tonga-tonga, jabu tampar piring, dan jabu suhut. Hal yang luar biasa, mengingat sebuah rumah Batak Toba dihuni lebih dari satu keluarga. Masing-masing keluarga mendapat tempat sesuai posisinya dalam adat. Dan jika ada suami atau istri yang salah masuk ruang atau disebut dengan istilah tartolon jabu, mereka akan mendapat sanksi adat. “Sebab secara filosofis batasan dari masing-masing pembagian ruang tersebut merupakan hukum atau aturan adat,” katanya.

Manguji menjelaskan satu per satu bagian dari rumah tersebut, jabu bona ialah daerah sudut kanan di sebelah belakang dari pintu masuk rumah, daerah ini biasa ditempati oleh keluarga tuan rumah. Jabu soding ialah daerah sudut kiri di belakang pintu rumah. Bahagian ini ditempati oleh anak-anak gadis.

Jabu suhut ialah daerah sudut kiri di bagian depan dekat pintu masuk. Daerah ini ditempati oleh anak tertua yang sudah berkeluarga. “Hal ini disebabkan karena zaman dahulu belum ada rumah yang dikontrakkan, maka anak tertua yang belum memiliki rumah menempati jabu suhut,” katanya.

Sementara jabu tampar piring atau jabu soding jolo-jolo ialah daerah sudut kanan di bagian depan dekat dengan pintu masuk. Daerah ini biasa disiapkan untuk para tamu. Keempat sudut utama daerah antara jabu bona dan jabu tampar piring dinamai tonga tonga nijabu bona. Wilayah antara jabu soding dan jabu suhat disebut tonga tonga ni jabu soding.

“Yang seperti ini adalah sisa-sisa sifat masyarakat komunal dengan prinsip seisi rumah saling menghormati, terutama terhadap wanita. Karena itu, jarang ditemukan kasus perselingkuhan seperti di zaman yang serba materialis ini. Para nenek suku batak ketika itu menghormati istri kawannya yang kebetulan suaminya berada di luar rumah,” paparnya.

Disinilah keindahan bahagian dalam rumah adat Batak Toba itu. Pembagiannya menunjukkan penghormatan terhadap hak-hak orang lain dan setiap kesepakatan. Mereka sangat mengakui bahwa rumah itu memang jabu namar ampang marjual.

Sumber: https://detik.com/

Author: 1toba

Tinggalkan Balasan